Kamis 12 Oct 2017 14:25 WIB

Literasi Medsos Melawan Hoaks

Teknologi menangkal bullying di medsos
Foto:

Berbeda dengan literasi media biasa, literasi media daring, termasuk media sosial, membutuhkan keterampilan yang lebih tinggi. Sebab, penyebaran berita dimungkinkan hanya dalam hitungan menit setelah peristiwa terjadi.

Di sisi lain, pihak-pihak yang tak bertanggung jawab juga bisa menambah-nambah berita yang tidak benar tanpa verifikasi lebih dulu. Penyebarannya pun mudah dan cepat. Pembelajaran literasi media daring bisa dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya dengan menambah kompetensi kebahasaan berupa cara-cara membedakan fakta dan opini, serta mengenali teknik-teknik penulisannya.

Sering kali, berita menjadi hoax bukan karena konten atau informasinya, tetapi karena pilihan diksi yang dipilih redaktur. Pembelajaran menulis di bangku sekolah, terutama menulis berbagai jenis teks argumentasi, eksposisi, dan eksplanasi, adalah kunci dasar kelak yang membuat masyarakat mampu memilah informasi, lalu menanggapinya secara bijak dan arif.

Pembelajaran berbagai teks itu setidaknya membuat kita mengerti bagaimana jenis tulisan yang tak bermutu dan bagaimana tulisan yang bisa dijadikan dasar pemikiran.

Lebih dari itu, siswa harus dibimbing menemukan berita bohong di antara berita benar yang tersaji di media sosial, dengan jeli. Berita di media sosial sering kali tak melalui filter yang tegas sehingga begitu saja muncul di halaman beranda dan bisa diakses kapan saja.

Dengan formulasi judul yang menarik, kadang berita itu memancing orang untuk membacanya, terlepas dari penting atau tidaknya berita itu. Tidak kalah pentingnya adalah pembelajaran mengenai fakta dan opini yang ditekankan pada mata pelajaran bahasa Indonesia.

Hal ini untuk membantu siswa menilai satu berita, apakah berisi kondisi yang sebenarnya atau rekaan pendapat penulisnya. Pembelajaran etika menyampaikan pendapat juga menjadi penting.

Di antara salah satu yang penting untuk mengutarakan pendapat adalah mengedepankan tutur kata serta pemilihan bahasa yang baik, sehingga siswa menjadi santun dan tidak menggunakan ujaran kebencian ataupun bernada provokasi kepada lawan diskusinya.

Dalam pembelajaran Kurikulum 2013, dirancang agar siswa sering mengutarakan pendapat, baik tertulis maupun lisan di muka kelas. Diharapkan, siswa mampu mengasah keterampilan bicara dan menulis yang santun.

Kesantunan inilah yang dirasa mulai hilang di media sosial. Padahal karena perkara ini, permusuhan berbasis SARA kerap terjadi. Keterampilan ini muncul hampir di indikator semua kompetensi dasar pembelajaran bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

Tetapi itu belum maksimal karena masih sedikit yang mengaplikasikannya pada pembelajaran menggunakan media sosial atau menanggapi isi berita daring.

Dari situasi di kelas, guru harus bisa melacak potensi apa yang ada pada siswanya saat berbicara dan mengemukakan pendapat pada orang lain. Siswa sedapat mungkin dibimbing untuk berpendapat dengan fakta yang cukup dan juga objektif ketika berdiskusi.

Lebih dari itu, bagaimana caranya memilah-milah sumber fakta yang tepat dari dunia maya agar sejak dini mereka waspada pada konten-konten yang berisi kebohongan dan provokasi.

Kebebasan berpendapat yang dijamin dalam UUD 1945 bisa jadi menjebak sebagian orang untuk mengartikannya sebagai bebas berbicara dengan gaya dan cara apa saja, tanpa memperhitungkan dampaknya bagi lawan bicara dan bahkan masyarakat.

Di sinilah, peran guru dan lingkungan untuk membimbing siswa lebih intens lagi bermedia sosial serta dalam menanggapi berita yang masuk. Fenomena kejahatan siber bisa jadi hanyalah gunung es dari apa yang ada di negeri kita.

Bahwa masih banyak agen berita bohong dan provokatif di luar sana, tetapi belum diusut tuntas. Upaya mendorong pembelajaran literasi media dan media sosial di sekolah sejak dini, diharapkan mampu mencapai kondisi ideal yang ramah di media sosial.

Bersikap santun serta mampu memilah fakta dan opini dengan cara bijak perlu dibiasakan sejak dini, sejak di ruang kelas. Ini langkah awal upaya panjang meminimalkan konten dan penyebaran informasi yang berpotensi mengganggu kehidupan bermasyarakat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement