REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Soal agama dan kebangkitan kembali PKI (komunisme) kerap muncul menjadi isu hangat pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Hasil survei Indikator Politik Indonesia menunjukkan masih ada enam persen pemilih yang menganggap Jokowi anti-Islam dan memusuhi ulama.
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi menyampaikan dari hasil survei pada 17-24 September 2017 terhadap 1220 responden, hanya sekitar 6 persen publik yang menganggap Presiden Jokowi anti-Islam dan hanya sekitar 5,5 persen menganggap Jokowi memusuhi ulama.
"Bisa dikatakan, angka ini sangat rendah jika dibandingkan dengan maraknya anggapan itu di media sosial. Namun kelompok yang menilai demikian memiliki konsekuensi sangat kuat terhadap pilihan politiknya," kata Burhanuddin di Kantor Indikator Jalan Cikini V Jakarta Pusat, Rabu (11/10).
Sebanyak 67 persen responden memandang Jokowi pro-Islam, sedangkan 66 persen menilai Jokowi tidak memusuhi ulama. Burhan mengatakan, sikap responden terhadap isu-isu ini berimplikasi pada pilihan politiknya. Jika publik menganggap Jokowi memusuhi ulama, apalagi anti-Islam, Burhan melihat dukungan terhadap Jokowi sangat rendah.
Survei ini juga memperlihatkan mayoritas publik (64 persen) tidak setuju bahwa Jokowi melindungi kelompok komunis. Sekitar 8 persen berpendapat sebaliknya, dan 28 persen lainnya tidak memberikan penilaian. Sementara, 13 persen publik menganggap pada pemerintahan Jokowi saat ini sedang terjadi kebangkitan PKI di Tanah Air.
Burhan mengatakan, isu tersebut dinilai oleh sebagian publik sengaja dibesar-besarkan untuk menyerang pemerintahan Jokowi. Jumlah responden yang berpendapat semacam ini ada 52 persen. Menurut dia, dukungan terhadap Jokowi akan sangat tertekan jika publik menganggap PKI saat ini sedang bangkit dan dilindungi presiden.
Pendapat tentang Jokowi keturunan Cina dinilai tidak benar oleh mayoritas publik, sebesar 62 persen. Publik menilai hal itu hanya digunakan untuk menyerang Jokowi. Begitu juga, 59 persen publik tidak setuju anggapan bahwa Jokowi lebih berpihak kepada kelompok Cina. "Isu Jokowi keturunan Cina dan lebih memihak kelompok Cina, sangat negatif efek elektoralnya," kata dia.
Direktur Eksekutif Indikator Politik ini mengatakan sentimen etnis, agama, dan isu kebangkitan kembali PKI masih menjadi hambatan serius terhadap peningkatan elektabilitas Jokowi, meski proporsi publik yang percaya terhadap isu ini sedikit. Pada kelompok yang percaya terhadap isu ini, dukungan kepada Jokowi mengalami tekanan sangat serius.