REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Kabar gembira bagi para penderita diabetes di Tanah Air. Tak lama lagi, mereka bisa mengonsumsi nasi dengan kandungan gula yang rendah. Pasalnya, saat ini, para petani di Kabupaten Indramayu tengah diajak untuk menanam padi rendah kandungan gula namun tinggi produktivitasnya. Hal itu melalui metode Sustainable Rhizopora Improvement Intensification(SRII) atau SRI 2.
Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan(KTNA) Kabupaten Indramayu, Dasma Adiwijaya menjelaskan, SRII merupakan lanjutan dari metode System of Rice Intensification (SRI). Metode SRI yang digulirkan sejak 1998-an itu lebih mengedepankan pada perbaikan ekologi tanah.
Setelah menerapkan SRI, langkah selanjutnya adalah menerapkan SRII, yang merupakan perbaikan kondisi akar tanaman padi dengan menggunakan jamur micoryza. Dengan cara itu, maka akar tanaman padi akan membesar hingga menyebabkan batangnya juga besar. Jika demikian, maka dipastikan malainya menjadi banyak hingga otomatis produktivitasnya menjadi tinggi.
Saat ini, kata dia, produksi padi petani diIndramayu rata-rata hanya sekitar enam sampai tujuh ton per hektare. Namun dengan metode SRII, produksi padi yang dihasilkan bisa mencapai 16 ton per hektare.
"Kami sudah kumpulkan ketua KTNAdari semua kecamatan di Indramayu untuk menawarkan metode ini. Dan mereka semua bilang siap (menerapkan SRII)," kata Dasma, Selasa (10/10).
Dasma mengaku, ngotot berharap agar para petani di Indramayu bersedia menggunakan metode SRII. Pasalnya, selain mampu meningkatkan produksi padi, penggunaan metodeitu juga mampu menghasilkan beras rendah kandungan gula.
Menurut Dasma, hal itu bisa dibuktikan dengan tes di laboratorium. Meski secara kasat mata tidak kelihatan perbedaan antara beras SRII dengan beras biasa, namun hasil tes laboratorium menunjukkan kadar glukosa (C6H12O6) dalam beras SRII rendah. "Jadi berasnya rendah gula. Untuk penderitadiabetes aman," kata Dasma.
Dasma menambahkan, dalam SRII, petani tak hanya diajak untuk menanam padi menggunakan metode tersebut. Namun, ada pula jaminan beras tersebut akan dibeli dengan harga yang lebih tinggi. "Jadi, ada kerja sama antara petani, pemda, dan pengusaha yang akan menampung berasnya," ucap Dasma.
Dasma mengakui, saat metode SRI, petani hanya diajarkan untuk menggunakan metodenya saja. Sedangkan untuk berasnya, tidak dikawal dalam proses penjualannya sehingga harga beras SRI tidakada bedanya dengan harga beras biasa. Hal itu yang menyebabkan penggunaan metode SRI jalan di tempat.
Untuk langkah selanjutnya, terang Dasma, pihaknya akan memberikan pelatihan di lapangan kepada para petani mengenai SRII. Adapu pelatihan itu di antaranya mengenai cara pembuatan pupuk organik dan menanam jamur micoryza.
Dasma menambahkan, dalam pelatihantersebut, para petani akan dibimbing langsung oleh Profesor Viktor Lee asal Australia, yang merupakan penemu metode SRII. Sebelumnya, Profesor Viktor Lee telah mengembangkan metode itu di Vietnam, Malaysia dan India.
Sementara itu, Bupati Indramayu Anna Sophanah menyatakan, sangat mendukung penerapan metode SRII di KabupatenIndramayu. Dia pun meminta agar penerapan metode SRII dilakukan secara sungguh-sungguh. "Harus ada komitmen dari semuanya," tandas Anna.