REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Inas Widyanuratikah
Secercah harapan sempat muncul saat pemerintah pusat melalui Menko Kemaritiman Rizal Ramli menerapkan moratorium reklamasi tahun lalu. Tarsihan mengklaim, saat pengerukan dan lalu lalang kapal-kapal proyek reklamasi berhenti, hasil kerang meningkat sedikit demi sedikit.
"Sekarang kan lagi berhenti, bisa dapat 300 (ember dalam satu masa panen) itu sudah bagus. Itu yang mau panen mungkin ada 100 ember," kata Tarsinah sembari menunjuk beberapa nelayan yang hendak berangkat ke laut, pekan lalu.
Hal senada disampaikan Kalil. Ia mengklaim, semenjak moratorium reklamasi, hasil kerang hijau yang ia dapatkan mulai bertambah dan kembali stabil menjadi rerata 30 ember per hari panen. "Kemarin waktu reklamasi masih jalan, bisa dapat dua atau tiga ember saja bagus. Ini reklamasinya berhenti lumayan bisa dapat 31 ember," kata Kalil.
Deputi Pengelolaan Pengetahuan dari Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Farid Ridwanuddin, juga mengklaim, terjadi peningkatan tangkapan saat moratorium reklamasi berlangsung. “Informasi yang disampaikan kawan-kawan nelayan di Muara Angke, selama moratorium memang ada peningkatan tangkapan ikan secara signifikan,” ujarnya, kemarin.
Bahkan, menurut dia, kesaksian para nelayan bahwa dari sisi jumlah hasil tangkapan belakangan nyaris menyamai saat-saat sebelum reklamasi. Pasalnya, aktivitas pengambilan pasir atau lalu-lalangnya kapal pengeruk tidak mengganggu para nelayan.
Namun, kegirangan soal peningkatan jumlah tangkapan tersebut tidak berlangsung lama. Satu setengah tahun selepas moratorium diberlakukan, Luhut Binsar Pandjaitan yang kini mengisi posisi menko kemaritiman mengeluarkan beleid baru. Pada Kamis (5/10) pekan lalu, ia meneken pencabutan regulasi tersebut.
Ia berdalih, pencabutan itu menyusul penyelesaian masalah administrasi yang dipenuhi pengembang pulau-pulau reklamasi.
Dalam keterangan tertulisnya, Luhut menyinggung, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar juga telah mencabut sanksi administratif Pulau C, Pulau D, dan Pulau G, karena pengembang telah memenuhi persyaratan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal).
Lebih lanjut, Luhut mengatakan, dalam penyelesaian penerapan sanksi tersebut dilibatkan juga pengawasan dan evaluasi dari PT PLN, PT Nusantara Regas, dan PT PHE (Pertamina Hulu Energi). Khusus untuk Pulau G yang dikerjakan PT Muara Wisesa Samudra yang merupakan anak usaha PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN), menurut Luhut, seluruh syarat administratif telah dipenuhi pengembang pulau tersebut.
Kajian juga telah dilakukan untuk memastikan agar proyek reklamasi tidak mengganggu aktivitas PLTU Muara Karang dan pipa PHE. Para nelayan tidak jadi pertimbangan dalam kebijakan pencabutan moratorium tersebut.
Saat kembali ditemui Republika pada Senin (9/10), Ipa Sarira tidak menyembunyikan kegeramannya atas pencabutan moratorium tersebut. Harapan yang sempat menyala saat moratorium berjalan redup kembali.
"Kami kan sehari-hari di laut, mencari makan di laut. Kalau reklamasi jalan terus nanti bagaimana anak cucu kami? Pemerintah nggak selamanya menanggung hidup kami," kata Ipa Sarira menggebu-gebu.
(Tulisan ini diolah oleh Fitriyan Zamzami)