REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski telah berstatus tersangka usai ditangkap oleh KPK, Partai Golkar belum akan memecat kadernya yang juga anggota DPR, Aditya Anugrah Moha. Hal ini diungkapkan Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Gokar Dave Laksono.
"Tidak, tidak, tidak ada pemecatan, tidak ada pemberhentian untuk saat ini dulu, karena biar fokus permasalahan yang dihadapi," ujar Dave di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Senin (9/10).
Hal ini juga, kata Dave, karena Partai Golkar belum membahas sanksi yang akan diberikan kepada Dave sebagai konsekuensi dari perbuatannya. Dave beralasan, Partai Golkar ingin membiarkan proses hukum berjalan terlebih dahulu kepada Aditya.
"Biarkan proses ini ada titik terangnya, baru kita bisa membahas seperti apa," katanya.
Meskipun Aditya, kata dia, ditangkap dalam operasi tangkap tangan dan langsung ditetapkan tersangka oleh KPK. Namun untuk sementara terkait tugas dan fungsi Moha dinonaktifkan naik di DPR maupun di partai.
"Ya cuma itu tidak otomatis juga langsung diberhentikan atau digeser posisinya. Tapi mungkin sementara waktu dinonaktifkan karena dia tak bisa menjalankan tugas tugasnya, cuma ya posisi dia baik di DPR atau di partai akan menunggu kepastian proses hukum apakah sudah masuk ke pengadilan atau sudah sampai inkrah baru kita bisa menetukan sikap," ujarnya.
Ia sendiri menyayangkan sejumlah kader Partai Golkar yang ditangkap KPK karena kasus korupsi dalam beberapa waktu terakhir. Karenanya ia menolai sudah saatnya mengevaluasi kader kader Partai Golkar di daerah
"Sudah ketujuh dalam waktu bersamaan. Ini memang waktunya kita mengevaluasi kader kita bagaimana tindak tanduknya di daerah, bagaimana mereka melaksanakan tugas dan fungsinya terutama bagi kepala daerah dan pimpinan DPRD," ujarnya.
Anggota Komisi XI DPR RI Aditya Anugrah Moha ditetapkan sebagai tersangka kasus suap terhadap Ketua Pengadilan Tinggi Manado, Sudiwardono. Aditya ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK di lobi sebuah hotel di Kawasan Pacenongan, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (6/10).
Pemberian suap diduga untuk mempengaruhi putusan banding atas kasus korupsi Tunjangan Pendapatan Aparat Pemerintah Desa (TPAPD) Kabupaten Boolang Mongondow. Adapun, terdakwa dalam kasus itu adalah Marlina Moha Siahaan yang merupakan mantan Bupati Boolang Mongondow periode 2006-2011.