REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Fadli Zon, mengatakan berbagai pernyataan yang diungkap oleh Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo terkait sejumlah isu nasional masih dalam batas koridor yang wajar. Gatot dinilai tidak sedang melakukan manuver politik.
Fadli menuturkan, pernyataan dan sikap Gatot masih dalam tupoksinya sebagai anggota militer. Tupoksi tentara, katanya, dapat dibagi menjadi tiga, yakni moderator atau wasit seperti yang terjadi pada awal reformasi Indonesia pada 1999-2000, sebagai penjaga yang bisa mempengaruhi kebijakan seperti yang ada di Turki, dan sebagai pihak yang dapat terlibat dalam politik seperti yang terjadi di Mesir.
"Tetapi setelah etalah reformasi, ruang berpolitik sebagaimana saat dwifungsi ABRI dulu sudah tidak ada tempatnya lagi. Apa yang dilakukan panglima kemarin hanya merupakan ulasan atau tanggapan atas hal-hal yang situasional," jelas Fadli dalam diskusi bertajuk 'Politik Bukan Panglima' di Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (7/10).
Fadli mencontohkan, isu pengadaan senjata yang diungkapkan pemerintah sebagai akibat kesalahpahaman manajemen. Pernyataan-pernyataan yang dibuat pemerintah, kata Fadli, cenderung menunjukkan payahnya koordinasi yang dilakukan.
"Pemerintah menyebut angka pengadaan senjata berbeda-beda, ada yang 5.000, 500 senjata dan sebagainya. Menhan, Polri, Menko Polhukam bisa memberikan info yang beda-beda. Maka ini menggambarkan pemerintahan yang agak amburadul dalam berkoordinasi," jelas Fadli.
Dia pun menyebut contoh lain saat Gatot memerintahkan pemutaran film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI. Fadli menilai langkah Gatot adalah hal positif yang masih relevan. Sebab, hukum positif terhadap pelarangan organisasi PKI (Tap MPRS Nomor 25 Tahun 1966 tentang Pembubaran PKI) masih berlaku hingga saat ini. "Jadi semua masih dalam koridor, bukan berpolitik," tegas Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu.