REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum PPP Muktamar Jakarta Djan Faridz berencana segera mempolisikan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasona Laoly apabila tidak segera mengesahkan Surat Keputusan (SK) Muktamar PPP Jakarta.
Rapat permusyawaratan hakim agung pada 12 Juni silam, menyatakan segala sesuatu berkaitan dengan pengesahan PPP dikembalikan kepada putusan Mahkamah Partai. Hal itu selaras dengan isi putusan PK Nomor 79/PK/Pdt.Sus-Parpol/2016.
Djan tetap mengklaim, keputusan tersebut menguatkan kepengurusannya. Sebab, putusan Mahkamah Partai Nomor 49 tertanggal 11 Oktober 2014 ditindaklanjuti melalui Muktamar PPP di Jakarta pada 30 Oktober-2 November 2014, di mana Djan secara aklamasi terpilih sebagai ketua umum.
Sementara, kepengurusan PPP versi Romahurmuziy atau Romi yang merupakan hasil Muktamar Surabaya, diklaim telah dinyatakan tidak sah dan dicabut berdasarkan keputusan kasasi nomor 504 Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Namun, sampai sekarang pemerintah melalui Menkumham cuma mengeluarkan SK untuk kepengurusan Romi.
"Menkumham justru menerbitkan Surat Putusan Menkumham nomor M.HH .03 . AH.01. tahun 2016 tanggal 17 Febuari 2016 tentang pengesahan Susunan Personalia DPP PPP hasil muktamar Bandung tahun 2011, maka tindakan Menkumham itu telah memenuhi unsur pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 263 ayat 1 KUHP," ujar Djan dalam siaran di Jakarta, Jumat (6/10).
Selain itu, Djan menuding, keputusan Yasona yang menerbitkan Surat Putusan Menkumham Nomor M.HH.03.AH.01. Tahun 2016 tanggal 17 Febuari 2016 juga telah melanggar pasal 421 KUHP perlihal kewenangan kekuasaan. Padahal, menurut Djan, Menkumham seharusnya dapat menerbitkan Surat Keputusan pengurusan DPP PPP Muktamar VIII Jakarta, yang berkas permohonan telah dinyatakan lengkap.
"Karena unsur pidana sudah terpenuhi maka dalam waktu dekat kami akan membuat laporan kepolisian," ujar Djan.