REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menyatakan dukungan publik terhadap Presiden Joko Widodo semakin menguat pada September 2017. "Dukungan publik pada Joko Widodo semakin menguat. Jika hanya ada dua nama calon presiden, Joko Widodo dan Prabowo Subianto, maka Jokowi akan meraih 57 persen suara jika pemilihannya dilakukan September 2017," ujar Direktur Eksekutif SMRC Djayadi Hanan dalam pemaparan hasil survei di Jakarta, Kamis (5/10).
Menurut Djayadi, dukungan terhadap Jokowi naik dari 53,7 persen pada Mei 2017. Sementara dukungan pada Prabowo cenderung turun dari 37,2 persen (Mei 2017) menjadi 31,8 persen (September 2017). "Dalam tiga tahun terakhir, bagaimana pun simulasinya, elektabilitas Jokowi cenderung naik, dan belum ada penantang cukup berarti selain Prabowo. Prabowo pun cenderung tidak mengalami kemajuan," ucap Djayadi.
Sementara itu dalam jawaban spontan responden, dukungan untuk Jokowi pada September 2017 ini sebesar 38,9 persen, dan Prabowo 12 persen. Sedangkan dalam bentuk pertanyaan semi-terbuka, dukungan kepada Jokowi sebesar 45,6 persen, disusul Prabowo 18,7 persen, SBY 3,9 persen dan nama-nama lain di bawah dua persen.
Penguatan dukungan publik pada Jokowi, menurut Djayadi Hanan, paralel dengan tingkat kepuasan publik yang saat ini mencapai 68 persen atau menguat satu persen dari survei sebelumnya.
Selain soal calon-calon presiden, survei ini juga memaparkan elektabilitas partai politik. Posisi tertinggi masih ditempati PDIP dengan 27,1 persen suara, disusul Golkar 11,4 persen, Gerindra 10,2 persen, Demokrat 6,9 persen, dan PKB 5,5 persen. Partai-partai lain masih di bawah lima persen. Menurut Djayadi, PDIP secara konsisten memperoleh dukungan terkuat dan berhasil melampaui perolehan suaranya pada Pemilu 2014 dalam survei tiga tahun terakhir.
Ada kecenderungan paralelitas antara tren dukungan pada partai dan dukungan pada tokoh partai. Hal itu terjadi pada PDIP dan Jokowi, Demokrat dan SBY, Gerindra dan Prabowo, juga PDIP dan Megawati. "Tidak mudah memastikan mana yang menjadi sebab kenaikan atau penurunan dukungan. Partai terhadap calon presiden, atau sebaliknya," ungkap Djayadi.