REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa waktu terakhir muncul perdebatan apakah seorang menteri yang hendak mencalonkan kepala daerah harus mundur jabatannya atau tidak. Hal ini menyusul wacana Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa maju dalam Pemilihan Gubernur Jawa Timur (Pilgub Jatim) 2018 mendatang.
Terkait hal ini, Wakil Ketua Komisi II DPR Almuzamil Yusuf membenarkan memang dalam aturan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada tidak menyebut ketentuan seorang menteri harus mundur. Namun, meski tidak aturan tersebut, Muzamil menilai sudah seharusnya menteri tersebut harus mundur.
"Saya kira kalau pun belum ada aturan, secara etis saja, kalau secara etis ya mundur karena dia meninggalkan tugasnya," ujar Muzamil saat dihubungi pada Kamis (5/10).
Sebab menurut Muzamil, hal ini bentuk dari kepatutan seorang pejabat negara. Karena dalam aturan UU Pilkada yakni di pasal 7 saja, seseorang harus mundur dari jabatannya ketika ditetapkan sebagai pasangan calon kepala daerah. Mereka yakni anggota DPR, DPD, DPRD, TNI, Polisi, PNS, Kepala Desa, Pegawai BUMN dan BUND "Ya tapi sekarang DPR saja mundur karna pindah jalur ke ekskutif, (menteri) ekskutif kan pindah jalur ke Pilkada. ya secara etis saja," ujar Politikus PKS tersebut.
Sebelumnya Menteri Sosial (Mensos), Khofifah Indar Parawansa, mengonfirmasi pendaftaran dirinya dalam bursa bakal calon gubernur (cagub) Pilgub Jatim 2018 melalui Partai Demokrat. Bahkan, ia melalui utusannya sudah masuk pendaftaran kedua kali di Partai Demokrat.
Khofifah pun menyatakan sudah mantap bersaing di bursa Pilgub Jatim 2018. Dirinya siap jika nantinya hanya ada dua calon, yakni dia dan Wakil Gubernur Jatim, Syaifullah Yusuf (Gus Ipul) di pilkada mendatang. "Ya tidak masalah (jika head to head)," tambahnya.
Sebelumnya, pada akhir September lalu, Khofifah sudah melapor kepada Presiden Joko Widodo terkait keputusannya untuk maju dalam Pilgub Jatim pada 2018 mendatang. Dengan majunya Khofifah di Pilgub Jatim 2018, maka pemerintah akan mencari calon pengganti menteri sosial.