Rabu 04 Oct 2017 10:07 WIB

Aher Sepakat Hilangkan Sentimen Jawa dan Sunda

Tiga Gubernur, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Gubernur Jawa Timur diwakilkan sekertaris daerah Akhmad Sukardi dan Walikota Bandung Ridwan Kamil meresmikan penamaan jalan arteri Ringroad yang salah satunya menjadi jalan Siliwangi di halaman ruang terbuka Jombor, Sleman, Yogyakarta Selasa (3/10).
Foto: Republika/Nico Kurnia Jati
Tiga Gubernur, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Gubernur Jawa Timur diwakilkan sekertaris daerah Akhmad Sukardi dan Walikota Bandung Ridwan Kamil meresmikan penamaan jalan arteri Ringroad yang salah satunya menjadi jalan Siliwangi di halaman ruang terbuka Jombor, Sleman, Yogyakarta Selasa (3/10).

REPUBLIKA.CO.ID,  SLEMAN -- Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, merasa penamaan Jalan Siliwangi dan Jalan Pajajaran di DI Yogyakarta merupakan langkah yang sangat penting. Pasalnya, itu merupakan tindakan monumental baik bagi masyarakat Jawa maupun Sunda untuk mengakhiri sentimen yang mungkin ada.

"Kita sepakat perasaan buruk dan sentimen negatif perlu kita akhiri, ikatan ke-Indonesia-an melebihi ikatan suku," kata Aher di peresmian penaaman enam ruas jalan arteri di DI Yogyakarta, Selasa (3/10).

Dalam sambutannya, dia sempat menerangkan, kalau sentimen itu memang berasal dari Perang Bubat yang terjadi pada abad 15 atau sekitar 600 tahun lalu. Walau ini merupakan peristiwa sejarah, tidak didapatkan prasasti terkait peristiwa itu, yang ada hanya catatan-catatan tangan.

Tentu, ini cukup menyulitkan karena prasasti merupakan satu bentuk paling terotentik dari suatu peristiwa sejarah, sebagaimana sabda-sabda nabi yang harus memiliki kejelasan. Sebab, lanjut Aher, siapapun yang meriwayatkan harus jelas, sehingga dikenal hadis ini dan hadis itu, walau pangkalnya memang ada. "Nah, Perang Bubat ini diceritakan dalam Serat Pararaton, ditulis 1474, jadi terpaut 117 tahun, tentu ada bias," ujar Aher.

Dari situ, muncul politik Devide et Impera dari pemerintah Hindia Belanda, dan mewajibkan cerita Perang Bubat ini di Jawa Barat, membuatnya jadi peristiwa psikologis. Menurut Aher, ini dilakukan supaya tidak ada keakuran antara suku Jawa dan Sunda, sebagai dua suku terbesar di Indonesia.

Sentimen seperti ini yang dirasa masih sering muncul, salah satunya saat ada gadis Jawa yang dipinang perjaka Sunda, dan sebagainya. Walau tidak resmi, dia menilai, sentimen itu masih sering muncul di alam bawah sadar masyarakat, yang seyogyanya hanya akan merugikan langkah maju bangsa. "Sentimen negatif seperti ini merugikan perjalanan bangsa ke depan," kata Aher.

Untuk itu, dia mengapresiasi gagasan yang diberikan Gubernur DI Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono, apalagi muncul dari sosok raja Jawa. Atas gagasan ini, Aher mengaku, termotivasi untuk bisa menghadirkan pula nama-nama penghormatan seperti Jalan Majapahit dan Jalan Hayam Wuruk di Jawa Barat. "Belum tahu di mananya, bisa di Bandung, Bogor, Cirebon, pusat-pusat kerajaan dulu lah," ujar Aher.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement