Rabu 04 Oct 2017 04:08 WIB

Ironi Kader Konservasi Diduga Perdagangkan Satwa

Aktivisi lingkungan merupakan orang yang seharusnya paham betul perlindungan satwa.

Petugas melepasliarkan kukang atau 'malu-malu', yang merupakan satwa dilindungi.
Foto: Republika/Sapto Andika Candra
Petugas melepasliarkan kukang atau 'malu-malu', yang merupakan satwa dilindungi.

Oleh Sapto Andika Candra

Wartawan Republika

Siapa sangka, perdagangan satwa dilindungi justru dilakukan seorang aktivis lingkungan. Artinya, orang yang seharusnya paham betul bahwa satwa dilindungi terlarang untuk diperdagangkan malah terang-terangan terlibat dalam kegiatan yang melanggar hukum tersebut. Hal ini terjadi di Sumatra Barat ketika seorang kader konservasi, atau kini mantan kader, ditahan di Polda Sumbar karena diduga terlibat dalam upaya perdagangan kukang atau 'malu-malu' (Nycticebus coucang). 

Oknum kader konservasi berinisial 'J' ini  ditangkap bersama dengan enam ekor kukang yang berhasil diamankan di Lubuk Basung, Agam, Sumatra Barat pada Rabu (20/9) lalu. Kasus J kini ditangani langsung oleh tim Penyidik Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sumatera dan Polda Sumbar. 

Kasus ini mencuat lantaran J sangat aktif di media sosial, baik memamerkan kegiatannya sebagai kader konservasi maupun perdagangan satwa yang dilindingu. Oknum kader konservasi berinisial 'J' ini melalui akun media sosialnya sempat memamerkan foto keterlibatannya dalam kegiatan bersama Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatra Barat. 

Dalam sebuah foto yang dibagikannya di akun media sosial, J menunjukkan ia sempat aktif dalam sejumlah kegiatan kadarisasi konservasi yang melibatkan BKSDA Sumatra Barat. "Alhamdulillah dipercaya oleh BKSDA Sumbar untuk menyampaikan materi konservasi," begitu penggalan status J di laman Facebook miliknya, tertanggal 9 September 2017. Saat itu, ia terlihat berkegiatan bersama dengan Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) FT Universitas Andalas.

Tak hanya itu, melalui akun Facebook miliknya, J, juga menjalankan 'promosi' kukang yang diduga ia perdagangkan. Terdapat sebuah foto saat ia memamerkan seekor kukang.  Beberapa tanggapan kemudian muncul di kolom komentar akun miliknya, termasuk pertanyaan tentang berapa harga kukang yang ia tawarkan. "Berapaan anak kukang bang?" tanya sebuah akun. Kemudian J membalas, "500 (ribu) bang."

Dari jejak aktivitas perdagangan di media sosial ini lah kemudian tim dari KLHK mulai aktif menyelidiki dugaan praktik perdagangan kukang yang dilakukan J.

Setelah penangkapan J, BKSDA Sumbar sempat bereaksi. Melalui akun resminya, BKSDA Sumbar akhirnya mengklarifikasi bahwa piagam diberikan oleh Mapala FT Universitas Andalas kepada BKSDA Sumbar secara institusi, bukan kepada J pribadi.

J yang juga tercatat sebagai anggota Mahasiswa Pecinta Alam dan Lingkungan Hidup (MPALH) Universitas Negeri Padang (UNP). Namun setelah kasus J mencuat dan penahanan atas J dilakukan, pihak MPALH UNP kemudian mengambil langkah tegas. Dalam suratnya, pihak MPALH akhirnya memutuskan untuk menskors J selama tiga bulan dan ditambah pertimbangan sanksi lainnya setelah putusan hukum atas J ditetapkan nantinya.

Lantas bagaimana tanggapan pemerintah pusat terkait kondisi ini?

Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rasio Ridho 'Roy' Sani pada Selasa (3/10) sempat berkunjung ke Padang untuk melepasliarkan seluruh kukang hasil pencegahan perdagangan satwa dilindungi. Disinggung soal keterlibatan aktivis lingkungan dan oknum-oknum internal KLHK, Roy menegaskan bahwa pihaknya tak akan pandang bulu. Ia menyebutkan, seluruh penindakan akan dilakukan dengan tegas sesuai hukum kepada siapapun yang terlibat dalam perdagangan tumbuhan dan satwa dilindungi.

"Tentu tindakan kami akan berikan efek jera. Kami akan lakukan penegakan hukum kepada siapapun, walaupun itu internal kami. Kami akan tegas tindak seluruh pelaku karena ini menjadi perhatian inetrnasional," ujar Roy, Selasa (3/10).

Roy menyebutkan, saat ini media sosial akan mudah dipantau oleh petugas KHLK. Ia meyakinkan, jika ditemukan adanya indikasi perdagangan satwa dilindungi melalui media sosial maka tim akan langsung melakukan tindakan. "Bayangkan sekarang kalau ada orang di sosmed pasti akan ramai. Ini orang mulai meningkat kepedulian orang," ujar dia.

Roy juga memandang bahwa praktik perdagangan satwa dilindungi di Indonesia sebetulnya melibatkan aktor internasional. Kukang, lanjutnya, merupakan satu jenis hewan dilindungi yang pasar gelapnya masih di level lokal. Namun beda halnya dengan trenggiling. Roy menyebutkan, timnya beberapa kali menggagalkan pengiriman trenggiling dari Indonesia ke Cina.

"Dan, pengamatan kami kejahatan ini ada jaringan transnasional. Beberapa kasus bukan lokal lagi," katanya.

Roy juga meminta masyarakat untuk ikut aktif dalam mencegah tindak kejahatan perdagangan hewan dan tumbuhan dilindungi. Ia meminta masyarakat yang menemukan atau mengetahui praktik kejahatan ini untuk segera melaporkan kepada pihak berwenang, yakni kepolisian atau petugas dari KLHK dan BKSDA.

Manager Wildlife Protection Unit International Animal Rescue Indonesia Ode K menilai kasus perdagangan kukang di Sumbar kali ini memang ironis. Menurutnya, seorang kader konservasi, apalagi yang bersangkutan sudah beberapa kali menjadi narasumber pemateri dalam pembinaan kader konservasi, tidak selayaknya melanggar pesan-pesan yang ia sampaikan sendiri.

"Ini sangat memalukan!" katanya.

Kasus ini, lanjutnya, menjadi pelajaran bagi seluruh pemangku kepentingan. Ode berharap BKSDA dapat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap para kadernya agar tidak menyimpang.

"Dan masyarakat berpartisipasi melakukan kegiatan pencegahan, minimal tidak memelihara satwa dilindungi, karena hal ini terjadi disebabkan banyaknya permintaan," katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement