Selasa 03 Oct 2017 15:53 WIB

Yusril: Hak Konstitusional Dipasung Pasal 222 UU Pemilu

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Bilal Ramadhan
Yusril Ihza Mahendra
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Yusril Ihza Mahendra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra menyebutkan, hak konstitusional partainya dipasung oleh Pasal 222 Undang-undang (UU) Pemilu. Sebagai partai peserta pemilu, partainya berhak mengusung calon presiden dan wakil presiden.

"Sebagaimana diatur Pasal 6A UUD 1945. Namun hak konstitusional itu dipasung oleh Pasal 222 UU Pemilu yang mensyaratkan adanya presidential treshold," ungkap Yusril dalam keterangan pers yang Republika.co.id terima, Selasa (3/10).

Hal itu ia sampaikan dalam sidang yang kembali dibuka oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang yang menguji pasal tentang ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden 20-25 persen. Dalam sidang yang dipimpin hakim MK Aswanto itu, Yusril menerangkan, norma Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan Pasal 1 ayat 3, Pasal 6A ayat 2, Pasal 22E ayat 1-3, dan Pasal 28D ayat 1 UUD 1945.

Ia kemudian juga memberikan argumentasi filsafat hukum untuk menurunkan ketentuan ambang batas itu. Usai persidangan, Yusril menjelaskan, ia sengaja menguji pasal tersebut agar setiap partai peserta pemilu bisa mengajukan calon presidennya masing-masing. Atau, bisa juga dengan bergabung partai politik lain tanoa terikat ambang batas itu.

"Makin banyak calon makin baik karena rakyat punya banyak pilihan. Masak yang bisa maju hanya Jokowi dan Prabowo saja, beri dong kesempatan kepada calon potensial lain," tutur dia.

Di samping itu, Aswanto mengatakan, rumusan permohonan PBB telah cukup baik. Ia kemudian menyerahkannya kembali kepada Yusril jika dirasa masih perlu dilakukan perbaikan. Pemohon uji materi pasal 222 UU Pemilu yang lain, Perludem, juga meminta agar ambang batas tersebut dihapuskan. Mereka ingin agar pemilihan presiden terbuka bagi semua partai peserta pemilu.

Pemohon lainnya, mantan komisioner KPU Hadar Nafis Gumay, yang menjadi pemohon perorangan, juga menginginkan penghapusan ambang batas itu. Ia mengkritik penggunaan hasil Pemilu 2014 yang akan digunakan sebagai dasar penentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden dalan pemilihan presiden 2019.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement