REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Jazuli Juwaini menanggapi hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang menyebut isu kebangkitan PKI sebagai hasil mobilisasi opini kekuatan politik tertentu, terutama pendukung Prabowo, yakni mesin politik PKS dan Gerindra.
"Masalah PKI ini adalah masalah bangsa dan masalah kita bersama, maka harus menjadi perhatian kita bersama," ujar Jazuli di Jakarta, Ahad (1/10).
Jazuli menekankan, isu PKI masalah bersama, bahkan Presiden pun turut mengeluarkan amanat agar PKI tidak bangkit kembali.
"Pak presiden nonton film G30S/PKI, terus amanat pak Presiden jangan sampai PKI bangkit lagi dan tragedi G30S/PKI jangan sampai terulang. Memang pak Jokowi PKS atau Gerindra," kata Jazuli.
Lembaga penelitian SMRC merilis hasil survei yang dilakukan terhadap 1.057 responden melalui wawancara tatap muka, dengan margin error 3,1 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen. Menurut SMRC, 86,8 persen responden atau hampir semua warga tidak setuju bahwa sekarang sedang terjadi kebangkitan PKI di tanah air.
Warga yang menyatakan setuju bahwa sekarang sedang terjadi kebangkitan PKI hanya 12,6 persen responden. Sedangkan yang meyakini bahwa kebangkitan PKI telah mengancam negara hanya sekitar lima persen dari populasi dewasa nasional.
Sejalan dengan itu, warga yang setuju dengan opini bahwa Jokowi adalah orang atau terkait dengan PKI hanya sebesar 5,1 persen. Sementara yang tak setuju 75,1 persen.
SMRC mencermati opini masyarakat tentang adanya kebangkitan PKI cukup beririsan dengan pendukung Prabowo, dan dengan beberapa pendukung partai politik, terutama PKS dan Gerindra.
Di samping itu, opini tentang kebangkitan PKI cenderung lebih banyak di kalangan muda, perkotaan, terpelajar, dan sejumlah daerah tertentu, terutama Banten, Sumatera, dan Jawa Barat.
Semua demografi ini beririsan dengan pendukung Prabowo. Harusnya yang lebih tahu bahwa sekarang sedang terjadi kebangkitan PKI lebih banyak di kalangan warga yang lebih senior sebab mereka lebih dekat masanya dengan masa PKI hadir di pentas politik nasional (1945-1966) dibanding warga yang lebih junior (produk masa reformasi).
Menurut SMRC, ini menunjukkan bahwa opini kebangkitan PKI di masyarakat tidak terjadi secara alamiah, melainkan hasil mobilisasi opini kekuatan politik tertentu, terutama pendukung Prabowo, mesin politik PKS dan Gerindra.
Bila keyakinan adanya kebangkitan PKI itu alamiah maka keyakinan itu akan ditemukan secara proporsional di pendukung Prabowo maupun Jokowi, di PKS, Gerinda, dan partai-partai lain juga.
Gejala hasil mobilisasi itu juga terlihat pada warga yang cenderung punya akses ke media massa, terutama media sosial. Di bagian lain, secara politik, isu kebangkitan PKI tidak penting karena tak dirasakan adanya oleh hampir semua warga.
Isu kebangkitan PKI yang ditujukan untuk memperlemah dukungan rakyat pada Jokowi, menurut SMRC, bukan pilihan isu stategis yang berpengaruh.