Jumat 29 Sep 2017 10:11 WIB

Pemerintah Tawarkan Proyek Pengembangan 12 RS ke Swasta

Suasana RS Kanker Dharmais. Pemerintah berencana membangun dua Tower Cancer RS Kanker Dharmais senilai Rp 450 miliar.
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Suasana RS Kanker Dharmais. Pemerintah berencana membangun dua Tower Cancer RS Kanker Dharmais senilai Rp 450 miliar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pemerintah berencana menawarkan proyek pengembangan 12 Rumah Sakit Umum Pusat dan Daerah ke pihak swasta, dengan nilai proyek triliunan rupiah. 

"Saat RSUD Dr Pirngadi Medan ditawarkan banyak investor yang tertarik. Ternyata mereka menilai investasi di sektor pelayanan kesehatan cukup menjanjikan," kata Direktur Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur (PDPI) Kementerian Keuangan Freddy Saragih dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (29/9). 

Proyek bernilai lebih dari Rp 3 triliun itu sedang dikaji untuk pembiayaan dengan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Freddy mengungkapkan selain RSUD Dr Pirngadi Medan, proyek yang akan ditawarkan yakni RSUD Tipe D Sidoarjo senilai Rp 200 miliar, pembangunan dua Tower Cancer RS Kanker Dharmais senilai Rp 450 miliar, sembilan proyek senilai Rp 2,5 triliun. 

Sembilan proyek itu yakni revitalisasi RSUPN Cipto Mangunkusomo, pengembangan RSUP Fatmawati, pengembangan RSUP Sardjito, pengembangan RSUP Hasan Sadikin, pengembangan RSUP M Hoesin, pengembangan RSUP M Hoesin, pengembangan RSUP H Adam Malik, pengembangan RSUP Sanglah, pengembangan RSUP M. Djamil, dan pengembangan RS Kusta dr Rivai Abdullah. "Untuk RS Dharmais itu sangat potensial karena mereka punya lahan untuk membangun gedung baru, sedangkan yang lain masih dikaji pelayanan apa saja yang akan di-KPBU," jelasnya.

Dia menjelaskan pembangunan dan pengembanganmelalui skema KPBU ini sangat besar keuntungannya. Selain keunggulan dari pendekatan analisis biaya yang meliputi seluruh umur proyek, juga lebih mendorong kepastian penyelesaian proyek yang lebih cepat karena swasta baru akan menerima pembayaran dari pemerintah.

"Seperti pembangunan jembatan. Jika menggunakan skema APBN, ada kerusakan sedikit harus menggunakan revisi anggaran kalau tidak dianggarkan. Sedangkan dengan menggunakan Skema KPBU, ada kerusakan langsung ditalangi pihak swasta," jelasnya.

Begitu juga mengenai risiko pembengkakan biaya operasional dengan menggunakan skema KPBU, risiko ditanggung oleh badan usaha. Sedangkan melalui skema APBN resiko ditanggung oleh pemerintah, termasuk resiko keterlambatan.

"Jadi melalui skema KPBU ini, pemerintah daerah akan dibebaskan dari resiko hutang maupun resiko kemungkinan terjadinya kegagalan," ujarnya.

Pengamat ekonomi Muhammad Zulfikar Dahlan mengatakan KPBU memang memakan waktu yang tidak sebentar dan memerlukan kajian-kajian yang cukup mendalam. "Kalau seperti jalan tol kan memang sudah lama direncanakan, kecuali kereta cepat memang agak mendadak. Saat ini juga sedang ada pembangunan pelabuhan Patimban dengan KPBU, nah memang pembangunan RS memang harus segera dilakukan. Jangan semua orang di Indonesia berobat harus ke RSCM," tuturnya.

Partisipasi swasta, lanjutnya, sangat dimungkinkan dalam pembangunan RS milik pemerintah. "Perlu perencanaan yang detil dari Kemenkes, selama ini kan modelnya lebih banyak BLU (Badan Layanan Umum), seperti RSCM Kencana, yang sifatnya premium, padahal bisa dibuat RS yang melayani masyarakat secara umum, di luar negeri partisipasi swasta itu sudah sangat banyak," tuturnya.

Menurutnya, Kementerian Kesehatan juga harus proaktif dengan terobosan Presiden Jokowi dalam memujudkan Nawacita yakni Program Indonesia Sehat. Sebab, saat ini kemkes belum maksimal membangun infrastruktur Rumah Sakit.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement