REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Gubernur Nusa Tenggara Barat TGH Muhammad Zainul Majdi meminta Badan Pengawasan Obat dan Makanan menarik peredaran pil tramadol di NTB menyusul maraknya penyalahgunaan obat tersebut.
"Satu-satunya cara untuk mengurangi penyalahgunaan tramadol di NTB adalah menarik peredarannya," kata Gubernur saat menerima Kepala BPOM Provinsi NTB Dra Ni Gusti Ayu Nengah Suarningsih di ruang kerja gubernur di Mataram, Kamis (28/9).
Gubernur NTB dua periode itu mengatakan khawatir dengan peredaran tramadol yang sangat massif di kalangan anak muda. Bahkan, jika tidak segera dieleminir, tidak menutup kemungkinan dapat menyebar hingga ke pondok-pondok pesantren.
Karena itu, gubernur Al-Hafiz ini meminta BPOM NTB untuk menarik peredaran pil tramadol di NTB. Bahkan, Gubernur ahli tafsir tersebut meminta BPOM untuk mengirim surat kepada BPOM RI agar memberikan usulan terkait ditariknya peredaran tramadol di masyarakat.
Kepala BPOM NTB ditemani Kepala Bakesbangpoldagri NTB, H Lalu Syafii, menghadap Gubernur TGB dalam rangka melaporkan peredaran obat-obat terlarang di NTB, termasuk hasil pemantauannya terhadap pil Paracetamol Caffein Carisoprodol (PCC) yang sangat meresahkan masyarakat di sejumlah daerah di tanah air.
Terkait dengan tablet PCC tersebut, Kepala BPOM Provinsi NTB, DraNi Gusti Ayu Nengah Suarningsih melaporkan hingga saat ini NTB masih aman dari peredaran gelap PCC.
"Kami melakukan koordinasi dengan Kepolisian dan Dinkes untuk mengetahui peredaran pil PCC di NTB. Dan hasilnya aman, bahwa pil PCC belum ditemukan di NTB, baik di sarana resmi seperti apotek dan perusahaan besar farmasi maupun sarana ilegal/tidak resmi lainnya," ungkapnya.
Ia juga menjelaskan Pil PCC berbahaya karena ada kandungan carisoprodol. Dahulu carisoprodol digunakan untuk mengobati penyakit rematik, karena fungsinya untuk relaksan otot (mengurangi rasa sakit di otot). Namun, karena banyak disalahgunakan, tahun 2013 BPOM RI menarik peredaran carisoprodol di Indonesia.
"Mekanisme kerja pil PCC jika dikonsumsi secara berlebihan (di atas 5 tablet) dan dicampur dengan minuman beralkohol atau soda efeknya sama dengan mengkonsumsi opium. Dan nantinya akan menyebabkan ketergantungan," jelasnya.
Terkait dengan peredaran Tramadol di NTB, Kepala BPOM melaporkan pihaknya melakukan melakukan audit secara komprehensif di sarana pelayanan dan jalur distribusi, seperti di apotek, perusahaan besar farmasi (PBF), puskesmas agar peredarannya jangan sampai bocor. Tramadol ada yang memiliki izin edar dan ada yang tidak memiliki ijin edar atau ilegal.
"Untuk Tramadol yang memiliki ijin edar, seperti di apotek-apotek dan pusat pelayanan kesehatan, BPOM melakukan pengawasan ketat di sarana pelayanan dan jalur distribusi agar peredarannya jangan sampai bocor," terangnya.
Pengawasan dilakukan dengan meminta laporan secara berkala dari apotek-apotek, PBF-PBF, dan puskesmas-puskesmat terkait jumlah tramadol yang masuk dan keluar. "BPOM NTB akan melakukan kajian terkait dengan penyalahgunaan pil tramadol. Jika tingkat penyalahgunaannya tinggi, tramadol bisa ditarik dari peredaran seperti carisoprodol," kata Ni Gusti Ayu Nengah Suarningsih.