Kamis 28 Sep 2017 21:00 WIB

Pernyataan KPU Soal Putusan MK UU Pemilu Dipertanyakan

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Bayu Hermawan
Indonesian General Elections Commission (KPU) logo (illustration)
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Indonesian General Elections Commission (KPU) logo (illustration)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Partai Islam Damai dan Aman (Idaman), Ramdansyah, mempertanyakan pernyataan KPU yang menyebut bahwa purusan Mahkamah Konstitusi (MK), soal uji materi UU Pemilu Nomor 7/2017 tidak dapat langsung berlaku.

Dia berpendapat bahwa putusan MK terkait uji materi berlaku secara erga omnes (tidak hanya mengikat bagi pihak yang terlibat). Ramdansyah mengatakan kedudukan putusan MK bersifat negatif legislatif. MK tidak memiliki wewenang dalam membuat pasal.

"Dalam situasi jika sudah ada putusan MK, maka kondisinya tidak hanya mengikat kepada pihak yang terlibat saja, tetapi bagi semua pihak atau berlaku erga omnes," ujar Ramdansyah ketika dikonfirmasi Republika.co.id, Kamis (28/9).

Karena itu, dia mencontohkan jika setelah putusan MK menerima uji materi verifikasi parpol maka tidak tepat jika putusan itu diimplementasikan dalam revisi UU terlebih dulu. Ramdansyah berpendapat bahwa putusan MK bisa langsung disesuaikan dengan merevisi Peraturan KPU (PKPU).

"Sebab langsung berlaku kepada pihak lain. Tidak perlu dikembalika ke DPR," katanya.

Ramdansyah melanjutkan bahwa kondisi serupa pernah terjadi pada 2012 lalu saat KPU merevisi PKPU Nomor 11 2012 menjadi PKPU Nomor 12 Tahun 2012 setelah ada putusan MK.

Sebelumnya, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy'ari, mengatakan partai politik (parpol) harus bersabar menanti keputusan uji materi terhadap Undang-undang UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. KPU tidak dapat langsung menerapkan hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap aturan teknis untuk Pemilu mendatang.

Dalam sosialisasi aturan tahapan verifikasi parpol di KPU, Rabu (27/9), sejumlah perwakilan parpol mempertanyakan perihal kepastian aturan verifikasi bagi parpol lama dan parpol baru. Mereka pun menyinggung putusan uji materi verifikasi parpol yang diajukan sejumlah pihak ke MK.

Menanggapi pertanyaan itu, Hasyim menyatakan bahwa sebelum keputusan uji materi ditetapkan, teknis verifikasi parpol mengikuti aturan yang saat ini ada dan berlaku. "Misalkan putusan MK katakanlah mengabulkan permohonan para pemohon (terkait verifikasi parpol)? maka revisi (aturan) akan menyasar pada level UU dulu," ujar Hasyim.

Dengan begitu, lanjut dia, tidak bisa serta-merta putusan MK disesuaikan dalam Peraturan KPU (PKPU) Pemilu. Kondisi ini kata Hasyim berlaku karena objek uji materi adalah UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, bukan PKPU Pemilu.

"Sehingga bagi bapak dan ibu yang mewakili parpol yang kebetulan punya kursi di DPR yang punya kewenangan membentuk UU, kami mohon UU-nya direvisi dulu. KPU sebagai pelaksana UU tinggal mengikuti itu. Sebab, selama ini setiap putusan uji materi MK terkait aturan Pilkada, Pemilu dimintakan langsung ditindaklanjuti KPU. Itu tidak tepat," tegas Hasyim.

Aturan verifikasi parpol peserta Pemilu Serentak 2019 merupakan materi UU Pemilu yang paling banyak digugat ke MK. Aturan ini mengatur teknis verifikasi parpol lama dan parpol baru.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement