Kamis 28 Sep 2017 20:02 WIB

KPK: Kami Punya Alasan Kuat Tolak Permintaan Komisi III DPR

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarief (kiri) berfoto bersama seusai mengikuti sidang lanjutan Pengujian Undang-Undang tentang MPR, DPR, dan DPRD (MD3) terkait Hak angket DPR terhadap KPK di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (28/9).
Foto: Antara/Humas MK
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarief (kiri) berfoto bersama seusai mengikuti sidang lanjutan Pengujian Undang-Undang tentang MPR, DPR, dan DPRD (MD3) terkait Hak angket DPR terhadap KPK di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (28/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif menegaskan bahwa KPK memiliki dasar yang kuat untuk tidak memenuhi permintaan Komisi III DPR yang meminta supaya rekaman pemeriksaan Miryam S. Haryani kembali diputar. "Kami memiliki dasar yang kuat dan patut untuk menolak permintaan DPR membuka rekaman tersebut," kata Laode di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Kamis (28/9).

Laode mengatakan, hal tersebut ketika memberikan keterangan selaku pihak terkait dalam sidang uji materi UU MD3 terkait ketentuan hak angket DPR terhadap KPK. "Kami menilai pembukaan rekaman tersebut telah nyata-nyata melanggar prinsip-prinsip dalam sistem penegakan hukum pidana yang terpadu," kata Laode.

Laode melanjutkan, bahwa rekaman tersebut hanya dapat dibuka dalam proses penegakan hukum. Selain itu, pembukaan rekaman pemeriksaan Miryam S. Haryani, kata Laode, berpotensi menimbulkan konflik kepentingan karena terdapat nama-nama anggota Dewan yang terkait dalam rekaman tersebut. "Apalagi permintaan Komisi III DPR waktu itu justru menekankan pada nama-nama yang disebutkan dalam rekaman yang dimaksud," kata Laode.

Laode kemudian menjelaskan bila KPK memenuhi permintaan tersebut, maka seluruh kasus yang ditangani KPK yang menyangkut anggota DPR akan berpotensi terus dibuka dengan pola yang sama sebelum penegakan hukum dilakukan. "Hal itu tidak sesuai dengan amanah yang diberikan UU KPK serta TP MPR Nomor 8 Tahun 2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme," ujar Laode.

Ia menjelaskan, bahwa ketentuan tersebut merupakan amanah reformasi untuk menjadikan penegak hukum yang independen serta bebas dari segala intervensi. KPK menyebutkan, bahwa penolakan KPK untuk memutar rekaman pemeriksaan Miryam S. Haryani sebagaimana permintaan Komisi III DPR dalam Rapat Dengar Pendapat beberapa waktu lalu, menjadi pemicu penggunaan hak angket DPR terhadap KPK.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement