REPUBLIKA.CO.ID, CIMAHI -- Balai Pengendalian Ikan dan Pengendalian Mutu (BKIPM) Perwakilan Jawa Barat mengungkapkan matinya 30 ton ikan budi daya Waduk Saguling di Desa Mukapayang, Kecamatan Cililin, Kabupaten Bandung Barat, beberapa waktu lalu disebabkan oleh beberapa faktor. Di antaranya kualitas air, racun sisa pakan ikan juga cuaca.
"Disimpulkan sementara, dugaan (kematian) karena pengaruh cuaca, pengaruh racun yang naik dari dasar air ke permukaan," ujar Kepala BKIPM Perwakilan Jawa Barat, Dedy Arief Hendriyanto, Rabu (27/9).
Menurutnya, berdasarkan data hasil parameter yang dikaji, kualitas air di lokasi budi daya ikan itu sangat buruk. Sementara terkait cuaca, musim kemarau tahun ini relatif cepat membuat PH air menjadi tinggi.
Ia menuturkan, kandungan amoniak pun tergolong tinggi. Dimana, akan menjadi racun bagi ikan jika dibiarkan menumpuk dalam jumlah yang banyak di tambak. Akibatnya, ikan tidak dapat mengekstrak energi pakan ecara efisien dan ikan menjadi lesu, sakit hingga mati.
"Kita cek pH-nya hanya 5,3, kemudian amoniaknya sangat tinggi 0,1 yang harusnya 0,02 sehingga mempengaruhi racun yang naik ke permukaan," katanya.
Dedy menyarankan agar para peternak budi daya ikan di Waduk Saguling mengurangi kepadatan ikan per keramba, serta meninggikan keramba dan jika masih terdapat ikan yang mati segera diangkat agar tidak menular terhadap ikan yang hidup.
"Kami juga sedang mendiagnosa, apakah ada dugaan penyakit infeksius, sehingga kita nanti akan berikan kesimpulan baru," ungkapnya.
Sebelumnya, akhir Agutus lalu sejumlah peternak ikan di Desa Mukapayung, Kecamatan Cililin, Kabupaten Bandung Barat merugi karena puluhan ton ikan tawar tiba-tiba mati mendadak.
Salah seorang peternak ikan di desa tersebut, Endang mengatakan, jumlah total ikan yang mati dari seluruh peternak mencapai kurang lebih 30 ton. Sementara, ikan miliknya yang mati mencapai kurang lebih satu ton.
"Ikan yang mati didominasi ikan Nila. Ada juga ikan mas dan mujaer yang dibudidayakan," ujarnya.
Atas kejadian tersebut kerugian peternak ikan diperkirakan mencapai Rp 510 juta.
Muhammad Fauzi Ridwan