Selasa 26 Sep 2017 22:26 WIB

Geolog: Pengungsian Lebih Penting daripada Tunggu Letusan

Sejumlah anak pengungsi Gunung Agung berbaris untuk didata di SMPN 3 Semarapura, Klungkung, Bali, Senin (25/9).
Foto: Antara/Nyoman Budhiana
Sejumlah anak pengungsi Gunung Agung berbaris untuk didata di SMPN 3 Semarapura, Klungkung, Bali, Senin (25/9).

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Geolog ITS Surabaya Dr Ir Amien Widodo MSi, menegaskan bahwa langkah cepat untuk mengosongkan kawasan rawan bencana (KRB) melalui pengungsian itu lebih penting daripada menunggu letusan Gunung Agung yang berstatus Awas sejak Jumat (22/9) malam itu.

"Perubahan status menjadi Awas memang didasari prediksi akan terjadinya letusan, namun jarak dari penetapan status Awas ke meletus itu tidak dapat diprediksi, paling cepat bisa dua jam, tapi bisa juga dua tahun," katanya ketika dikonfirmasi Antara dari Denpasar, Selasa (26/9).

Menurut dia, KRB untuk Gunung Agung di Karangasem, Bali itu sudah ditetapkan oleh PVMBG Badan Geologi Kementerian ESDM yakni radius 12 kilometer yang merujuk pada data-data letusan sebelumnya pada tahun 1963 dengan KRB berjarak 9 kilometer, sehingga tahun ini disimpulkan 12 km.

"Itulah hasil perhitungan PVMBG untuk jangkauan terjauh bila terjadi hujan batu, hujan pasir, abu, aliran lahar, lalu awan panas dengan tingkat panas bisa mencapai 300 derajat celsius," katanya.

Masalahnya, kata Ketua Pusat Studi Kebumian, Bencana, dan Perubahan Iklim (PSKBPI) ITS Surabaya itu, di tengah menunggu waktu meletus yang tidak ada kepastian itu, pemerintah harus melakukan langkah-langkah cepat untuk mengosongkan KRB.

"Terus-terang, langkah cepat itu juga bukan langkah yang mudah karena ada ribuan penduduk dari puluhan desa dan juga ada ribuan ternak yang harus dipindahkan dengan radius terjauh adalah 12 kilometer dari puncak gunung itu," katanya.

Peneliti lulusan UGM Yogyakarta itu menjelaskan pemerintah harus berkejaran dengan waktu, meski masalah pasca-pengungsian juga bukan perkara yang mudah. "Itu karena lama waktu pengungsian juga belum pasti, sebab letusan itu juga ada yang bertahun-tahun. Letusan itu ada yang membumbung ke atas dan ada pula letusan yang meleleh, namun keduanya juga sama-sama bisa cepat dan sama-sama bisa tahunan," katanya.

Ia mengatakan kalau letusan membumbung itu memang berbahaya, karena letusan itu bisa menimpa masyarakat, namun PVMBG sudah menetapkan batas radius aman 12 kilometer yang harus diikuti masyarakat dan pemerintah. Namun, masyarakat di luar radius 12 kilometer juga tetap perlu melakukan antisipasi terkait kemungkinan terpaan abu yang bisa puluhan kilometer. "Untuk itu, perlu siapkan masker dan menutup talang rumah," katanya

Sementara itu, letusan yang meleleh itu bisa membentuk "anak gunung" di dekatnya. "Letusan meleleh ini tidak berbahaya, seperti yang pernah terjadi di Kelud pada tahun 2007, namun letusan membumbung dan letusan meleleh itu sama-sama bisa tahunan, karena itu masyarakat sebaiknya saling membantu," katanya.

Ia menambahkan hal penting yang tidak diketahui masyarakat adalah letusan gunung itu sebenarnya merupakan upaya alam dalam menjaga keseimbangan energi. "Jadi, kita jangan takut, tapi lakukan antisipasi sesuai imbauan Badan Geologi," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement