REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Direktur Utama PT Mass Rapid Transit Jakarta (PT MRT Jakarta) William Sabandar mengatakan belum ada keputusan mengenai tarif tiket kereta MRT fase I. Sebab, PT MRT Jakarta masih mengkaji dari hasil survei terkait asumsi jumlah penumpang (ridership survey).
"Nanti kami akan bicara dengan Pemerintah Provinsi DKI untuk menentukan berapa tarif yang akan diberlakukan dan tentu akan memberikan besaran dari subsidi," ujar William di Balai Kota, Selasa (26/9).
Survei terkait asumsi jumlah penumpang (ridership survey) telah dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya. Menurut ridership survey 2012, perkiraan tarif kereta adalah sekitar Rp. 20 ribu. Tapi, dia mengatakan, hal tersebut tidak bisa dijadikan patokan harga tiket kereta.
Sebab, William menerangkan, selain ridership survey, PT MRT Jakarta masih menunggu Public Service Obligation (PSO) yang akan dikucurkan oleh pemerintah. Jika dua hal tersebut sudah dipastikan maka PT MRT Jakarta bisa menghitung tarif kereta cepat. “(Sekarang) Saya belum bisa memberikan informasi lebih detail,” kata dia.
Pada 5 Juli 2017, Direktur Operasional dan Pemeliharaan PT. MRT Jakarta, Agung Wicaksono mengatakan belum ada kepastian terkait harga tiket kereta MRT. Kereta MRT ini ditargetkan beroperasi pada Maret 2019. Menurut Agung, harga tiket MRT harus ditentukan oleh peraturan daerah atau perda.
"Benchmark di tiap negara rata-rata itu satu dolar Amerika, jadi kita ya Rp 13 ribu, Rp 12 ribu. Kita ini tergantung, bisa lebih, bisa kurang, lalu tergantung pemerintah. Kalau Rp 13 ribu ini kemahalan, saya maunya Rp 10 ribu, atau misalkan mau dibilang Rp 5 ribu, bisa saja. Tergantung pemerintah mau mensubsidi berapa," ujar Agung dalam forum diskusi di Bakoel Koffie.