Selasa 26 Sep 2017 18:11 WIB

Malam Mencekam di Pengungsian Kampung Muslim Karangasem

Rep: MUTIA RAMADHANI/ Red: Winda Destiana Putri
Sejumlah pengungsi Gunung Agung terlibat dalam dapur umum untuk mengisi waktu mereka selama di penampungan di Desa Manggis, Karangasem, Bali, Selasa (26/9).
Foto: Antara/Nyoman Budhiana
Sejumlah pengungsi Gunung Agung terlibat dalam dapur umum untuk mengisi waktu mereka selama di penampungan di Desa Manggis, Karangasem, Bali, Selasa (26/9).

REPUBLIKA.CO.ID, KARANGASEM -- Nofi Ariani (29 tahun) tinggal menghitung hari menanti kelahiran si buah hati. Momen bahagia yang dinantikannya selama sembilan bulan terakhir kini bercampur kesedihan, ketakutan, dan kekhawatian di tengah ratusan gempa yang mengguncang sejak status Gunung Agung awas per 22 September lalu.

Malam demi malam dirasakannya mencekam. Perempuan dari Kampung Muslim Seren Jawa di Kabupaten Karangasem itu tak bisa istirahat dengan tenang. Guncangan gempa di tempat pengungsian setiap jam membuatnya takut memejamkan mata.

"Saya takut mba. Bagaimana saya melahirkan nanti?" ceritanya ketika dijumpai Republika di salah satu posko pengungsian di Desa Bukit, Selasa (26/9).

Wajah Nofi pucat. Dia tak hanya mengkhawatirkan bayi yang dikandungnya, tapi juga nasib dua anaknya yang berusia 12 dan enam tahun jika erupsi Gunung Agung benar-benar terjadi. Hasil pemeriksaan kesehatan terakhir menunjukkan berat badan Nofi turun dua kilogram hanya dalam waktu sepekan.

Sang suami, Alfian (35 tahun) menyebut Nofi mulai susah makan. Gempa juga menyebabkan istrinya sering merasakan kontraksi. Karangasem juga terus diguyur hujan lebat di malam hari, membuat pengungsi semakin waswas dengan keselamatan mereka.

Alfian bersama kurang lebih 24 orang dari keluarga besarnya mengungsi ke tempat aman setelah tempat mereka masuk dalam kategori kawasan rawan bencana (KRB) II. Dia berharap bantuan tenaga medis, khususnya bidan-bidan disiagakan di titik-titik pengungsian.

"Bukan hanya untuk istri saya saja, tapi ibu-ibu lain yang kehamilannya sudah masuk trimester ketiga," katanya.

Ni Made Ayu Asrini (22), bidan dari Rumah Sehat Madani yang memeriksa kondisi ibu hamil dan bayi-bayi di Desa Bukit mengatakan usia kehamilan Nofi sudah cukup bulan untuk persalinan. Ini berarti Nofi akan melahirkan dalam waktu dekat.

"Dia panik, detak jantung bayinya tinggi, sehingga berujung kontraksi. Setelah saya berikan teknik relaksasi, detak jantung janin kembali normal," kata Asrini.

Jumlahnya semakin banyak jika digabung dengan posko lain. Ibu hamil di pengungsian, kata Asrini, perlu diperhatikan dari sisi makanan. Mereka sebaiknya menghindari mi instan sebab akan berpengaruh ke tekanan darah dan kondisi janin. 

Bella Nur Cahyani (20) dengan langkah cepat menghampiri tenaga-tenaga medis dari Dompet Sosial Madani (DSM) Bali yang berkunjung ke poskonya. Putranya, Torik Alhafiz Ramadhan (3 bulan) diserang batuk pilek sejak sepekan lalu. Hari-hari di pengungsian membuat kondisi kesehatan bayi, khususnya di bawah satu tahun amat riskan terserang virus penyakit.

Pengungsi dari Banjar Segar Katon ini tak bisa berkunjung ke rumah sakit terdekat yang cukup jauh dari rumahnya. Bella bersama suaminya mencari pengungsian terdekat dari rumah karena khawatir hunian mereka dibobol maling.

"Kami takut rumah kami kemalingan, seperti pengungsi lain," katanya.

Jarak posko Tiing Jangkrik dengan rumah Bella hanya 20 menit. Suaminya pulang ke rumah di siang hari, dan kembali ke pengungsian menjelang malam hari.

Desa Bukit, Kecamatan Karangasem terdiri dari 13 banjar dengan total pengungsi 1.319 jiwa. Lembaga Amil Zakat (LAZ) Dompet Sosial Madani (DSM) Bali membentuk lima posko di lima banjar di Desa Bukit, yaitu Tibulaka Sasak, Tiing Jangkrik, Karang Sasak, Bukit Tabuan, dan Kampung Anyar.

Manager Program DSM Bali, Muhammad Nursoleh mengatakan pengungsi di Desa Bukit menghadapi masalah mendasar, yaitu ketersediaan air dan dapur umum. Anak-anak di Bukit Tabuan bahkan membutuhkan bantuan kesehatan sebab sebagian terkena cacar, batuk pilek, tiga perempuan berstatus hamil di mana seorang ibu sudah memasuki usia kandungan sembilan bulan.

"Kami mengirim tim kesehatan dan bantuan logistik di Karangasem untuk membantu kurang lebih 766 pengungsi," katanya.

Karangasem merupakan salah satu kabupaten di Bali yang banyak dihuni umat Muslim. Setidaknya ada 26 kampung Muslim di sini dan sebagian besar masuk dalam KRB II. Masyarakat melakukan evakuasi secara mandiri dan berkumpul di sejumlah titik pengungsian.

Radius berbahaya Gunung Agung adalah sembilan kilometer (km) dan tambahan 12 km di sektor utara-timur laut dan 12 km di sektor tenggara-selatan-barat daya. Zona tersebut hatus dikosongkan.

Masyarakat Bali kali ini jauh lebih siap menghadapi kemungkinan terburuk erupsi Gunung Agung. Hampir 93 persen penduduk yang tinggal dalam radius berbahaya sudah berada di pengungsian.

Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho memperkirakan sekitar 62 ribu jiwa penduduk tinggal di radius berbahaya Gunung Agung.

"Sebagian besar masyarakat di zona tersebut sudah mengungsi. Jumlah pengungsi hingga Selasa (26/9) pagi mencapai 57.428 jiwa," kata Sutopo.

Pemerintah Provinsi Bali sudah menetapkan penanganan darurat dan pengungsi menjadi tanggung jawab provinsi. Bupati dan wali kota bertanggung jawab melakukan penanganan bencana di daerahnya. BNPB mengoordinasikan potensi nasional dari TNI, Polri, dan sejumlah kementerian terkait untuk mendampingi pemerintah daerah.

sumber : Center
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement