REPUBLIKA.CO.ID, KARANGASEM -- Masyarakat Bali kali ini jauh lebih siap menghadapi kemungkinan terburuk erupsi Gunung Agung. Hampir 93 persen penduduk yang tinggal dalam radius berbahaya sudah berada di pengungsian.
Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho memperkirakan sekitar 62 ribu jiwa penduduk tinggal di radius berbahaya Gunung Agung. "Sebagian besar masyarakat di zona tersebut sudah mengungsi. Jumlah pengungsi hingga Selasa (26/9) pagi mencapai 57.428 jiwa," kata Sutopo, Selasa (26/9).
Keseluruhan pengungsi tersebut tersebar di 357 titik di sembilan kabupaten dan kota di Bali. Perinciannya, 21.280 jiwa (84 titik) di Karangasem, 19.456 jiwa (162 titik) di Klungkung, 8.518 jiwa (24 titik) di Buleleng, 4.690 jiwa (28 titik) di Bangli, 2.212 jiwa (26 titik) di Denpasar, 715 jiwa (17 titik) di Tabanan, 328 jiwa (tiga titik) di Badung), 137 jiwa (sembilan titik) di Gianyar, dan 82 jiwa (empat titik) di Jembrana.
Gunung Agung, kata Sutopo sudah memasuki fase kritis karena berstatus awas atau level empat sejak 22 September 2017. Namun, status tersebut bukan jaminan gunung pasti melestu sebab tergantung kekuatan dorongan magma.
Jika kekuatan dorongan besar dan mampu menjebol sumbat lava, maka akan terjadi letusan. Sutopo mengatakan peluang terjadi letusan cukup besar, namun tidak dapat dipastikan waktunya. "Sampai saat ini Gunung Agung belum meletus," katanya.
Radius berbahaya Gunung Agung adalah sembilan kilometer (km) dan tambahan 12 km di sektor utara-timur laut dan 12 km di sektor tenggara-selatan-baratdaya. Zona tersebut hatus dikosongkan. Pemerintah Provinsi Bali sudah menetapkan penanganan darurat dan pengungsi menjadi tanggung jawab provinsi.
Bupati dan wali kota bertanggung jawab melakukan penanganan bencana di daerahnya. BNPB mengoordinasikan potensi nasional dari TNI, Polri, dan sejumlah kementerian terkait untuk mendampingi pemerintah daerah.