Senin 25 Sep 2017 20:53 WIB

Komisi I Pernah Dorong BIN Beli Senjata Api

Badan Intelijen Negara (BIN) (ilustrasi)
Foto: Wahyu Putro A
Badan Intelijen Negara (BIN) (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyari mengatakan, Komisi I pernah mendorong Badan Intelijen Negara (BIN) melengkapi sejumlah fasilitas pembelajaran kepada taruna Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN), salah satunya pembelian senjata api.

"Kalau kaitannya dengan STIN BIN itu kami pernah mendorong kepada STIN karena anggarannya ada di BIN. Kami tidak bahas sampai satuan tiga, namun mendorong agar taruna STIN tidak belajar dengan menggunakan senjata replika," kata Abdul Kharis di Gedung Nusantara II, Jakarta, Senin (25/9).

Abdul Kharis mengatakan tidak mungkin para taruna STIN belajar, namun menggunakan senjata replika dari kayu dan juga tidak bisa kalau mau belajar menembak harus pergi ke lapangan menembak milik Kepolisian karena memakan waktu. Menurutnya taruna STIN berjumlah 400 orang lebih sehingga boros waktu. Karena itu Komisi I DPR mendorong agar BIN memiliki tempat sendiri.

"Kalau kaitannya dengan STIN yang ada di BIN, kami mendorong agar ada tempat latihan sehingga tidak menggunakan senjata replika kayu," ujarnya.

Namun politisi PKS itu mengatakan Komisi I DPR tidak terlibat dalam satuan tiga atau pengadaan senjata di BIN, namun hanya memberikan dorongan saja. Dia menyarankan agar publik bisa mengeceknya langsung karena merupakan domain eksekutif, misalnya mekanisme pengadaan senjata.

"Silahkan saja pengadaan senjata itu, namun Komisi I DPR tidak pernah terlibat pada satuan tiga, apalagi terkait pengadaan senjata," katanya.

Abdul Kharis mengatakan pada Selasa (3/10) Komisi I DPR mengadakan Rapat Kerja dengan Panglima TNI, Menteri Pertahanan, Menteri Keuangan, dan Kepala Bappenas membahas soal anggaran.

Namun, ia menjelaskan setengah waktu dari rapat itu akan ditanyakan mengenai isu-isu aktual, misalnya terkait polemik pernyataan Panglima TNI terkait 5.000 senjata.

Sebelumnya, dalam rekaman yang beredar, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyebut adanya institusi tertentu yang akan mendatangkan 5.000 senjata secara ilegal dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo (Jokowi). Hal itu dikatakan Panglima dalam acara silaturahmi TNI dengan purnawirawan di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta, Jumat (22/9).

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto mengungkapkan ada komunikasi yang belum tuntas antara TNI, Badan Intelijen Negara, dan Kepolisian Indonesia.

Wiranto mengatakan informasi dari Panglima TNI tentang ada instansi di luar TNI dan Kepolisian Indonesia yang akan membeli 5.000 senjata standar TNI, tidak pada tempatnya dikaitkan dengan ekskalasi kondisi keamanan saat ini.

Dia menjelaskan dikonfirmasi kepada Panglima TNI, Kepala Kepolisian Indonesia, Kepala BIN, dan instansi terkait, terdapat pengadaan 500 pucuk senjata laras pendek buatan PT. Pindad oleh BIN untuk keperluan pendidikan intelijen dan bukan senjata standar militer.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement