Senin 25 Sep 2017 17:19 WIB

62 Ribu Penduduk Berada di Radius Berbahaya Gunung Agung

Rep: Kabul Astuti/ Red: Ratna Puspita
Dua warga mengembalakan sapi di Desa Batu Dawa yang berjarak sekitar 10 kilometer dari Gunung Agung, Karangasem, Bali, Senin (25/9). Sebagian warga yang tinggal di kawasan rawan bencana di lereng timur laut Gunung Agung masih belum mengungsi meski gunung berstatus awas dan mereka telah dihimbau untuk meninggalkan kampung.
Foto: ANTARA/Nyoman Budhiana
Dua warga mengembalakan sapi di Desa Batu Dawa yang berjarak sekitar 10 kilometer dari Gunung Agung, Karangasem, Bali, Senin (25/9). Sebagian warga yang tinggal di kawasan rawan bencana di lereng timur laut Gunung Agung masih belum mengungsi meski gunung berstatus awas dan mereka telah dihimbau untuk meninggalkan kampung.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB, Sutopo Purwo Nugroho mencatat jumlah pengungsi akibat peningkatan aktivitas Gunung Agung di Bali mencapai 48.540 jiwa di 301 titik pengungsian. BNPB memperkirakan 62 ribu jiwa tidak mau diungsikan dengan berbagai alasan. Terdapat juga ribuan ternak.

Sutopo menyebutkan alasan masyarakat mulai dari gunung belum meletus, ternak, lahan pertanian, agama, atau kepercayaan. "Tipikal masyarakat Indonesia, ada hubungan emosional kultural antara manusia dengan ternak dan itu harus juga diungsikan," kata Sutopo di Gedung BNPB, Jakarta Timur, Senin (25/9).

Sutopo mengungkapkan sudah ada banyak pengalaman penanganan bencana di Indonesia yang mensyaratkan ternak harus ikut diungsikan. Di Merapi, ratusan orang meninggal karena sapi mereka tidak dievakuasi. Hingga kini, di Gunung Agung ada sekitar 2000 ternak sapi yang sudah diungsikan berkat bantuan masyarakat sekitar. Warga membantu menyediakan lahan untuk ternak.

Sutopo juga mengungkapkan modal sosial dan gotong royong masyarakat Bali sangat luar biasa. Masyarakat sekitar memberikan bantuan secara spontan di tempat pengungsian, dapur umum, sampai evakuasi ternak. Masyarakat Bali memaknai letusan Gunung agung sedang punya gawe sehingga mereka menyingkir sesaat.

Sutopo menyatakan konsep sister village telah dipraktikan di Bali. Saat status Gunung Agung naik menjadi Awas pada 22 September 2017, ribuan masyarakat mengungsi mandiri dan menempati titik-titik pengungsian, baik yang disiapkan pemerintah maupun swadaya maayarakat. Petugas masih terus melakukan penyisiran dan mengimbau masyarakat yang masih bertahan untuk mengungsi.

Saat ini, Gubernur Bali telah menetapkan Tanggap Darurat Bencana Gunung Agung dan Pengungsian menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi. Per 25 September, jumlah pengungsi mencapai 48.540 jiwa di 301 titik pengungsian di sembilan kabupaten di Bali. Data ini dipastikan akan bertambah karena pendataan belum selesai.

Sebaran titik pengungsian berada di Kabupaten Klungkung 104 lokasi, Kabupaten Karangasem 82 lokasi, Kabupaten Bangli 35 lokasi, Kota Denpasar 22 lokasi, Kabupaten Gianyar 10 lokasi, Buleleng 24 lokasi, Tabanan 17 lokasi, Badung 3 lokasi, dan Jembrana 4 lokasi.

Jumlah pengungsi paling banyak terkonsentrasi di Karangasem 21.157 jiwa dan Klungkung 11.494 jiwa. "Dengan tersebarnya banyak titik, juga menyebabkan kendala dalam distribusi bantuan logistik," kata Sutopo.

Sutopo menyampaikan ada karakteristik unik para pengungsi Gunung Agung di Bali. Data pengungsi pada malam dan siang hari berbeda. "Kalau siang sebagian masyarakat kembali ke rumahnya untuk memberikan makanan ternak, melihat bagaimana perraniannya, kemudian sore memjelang malam mereka kembali ke pengungsian yang menimbulkan banyak kepadatan di jalan-jalan," kata dia.

Gunung Agung telah dinaikkan statusnya dari level III (Siaga) menjadi level IV (Awas) oleh PVMBG pada Jumat (22/9) pukul 20.30 WITA. Masyarakat diimbau tidak melakukan aktivitas dalam radius 12 kilometer dari kawah Gunung Agung. Pemerintah juga melakukan penutupan objek wisata Pura Besakih yang berada di radius enam km dari puncak kawah Gunung Agung. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement