REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Satuan Narkoba Polresta Bogor Kota, Polda Jawa Barat, menangkap 11 tersangka pengedar narkoba dan obat keras yang di jual secara ilegal melalui warung-warung yang sudah teroganisasi atau memiliki jaringan. Kapolresta Bogor Kota Kombes Pol Ulung Sampurna Jaya dalam keterangannya di Mapolres, Senin (25/9) menyebutkan penangkapan 11 tersangka berlangsung dalam kurun waktu dua minggu.
"Sebelas tersangka ini menjual narkoba dan obat ini mereka sudah punya jaringan, di bawa dari luar masuk ke Bogor," kata Ulung.
Ulung mengatakan sasaran dari peredaran obat-obat keras ilegal tersebut antara lain pelajar, buruh dan karyawan perusahaan. "Mereka memasarkannya ke toko-toko dan warung-warung yang tidak memiliki izin mengedarkan," katanya.
Ia mengatakan jenis narkoba yang diedarkan berupa sabu-sabu sebanyak 36,5 gram, obat terdiri atas pil Tramadol sebanyak 6.912 butir, Hexymer sebanyak 3.968 butir dan pil Trihexyphenidyl sebanyak 894 butir.
Dari 11 tersangka tersebut rata-rata berusia produktif yakni 20 sampai 31 tahun. Dua orang berusia di atas 40 tahun. Tiga orang pengedar sabu-sabu, sisanya obat-obat keras ilegal.
Menurut Ulung, peredaran obat-obat keras tersebut sama bahayanya seperti PCC karena memberikan efek //fly tinggi.
"Untuk PCC kita belum menemukan peredarannya, hanya obat-obat ini sama seperti PCC bahayanya," kata Ulung.
Selama kurun waktu setahun terakhir Satnarkoba Polresta Bogor menangkap pengedar obat-obat keras ilegal di warung-warung, toko yang tidak memiliki izin. Menurut Ulung, Kota Bogor dengan letaknya yang strategis selalu dilintasi oleh orang-orang yang bergerak baik dari Jakarta, Sukabumi, Kabupaten Bogor dan Depok. "Karena geografisnya berdekatan dengan kota lainnya jadi kota lintasan, sulit untuk ditutup," katanya.
Ulung menambahkan jaringan pengedar sabu-sabu dan obat-obat keras ilegal itu memiliki pelanggan tetap dan juga pelanggan baru. "Karena pengguna obat-obatan seperti ini mulai banyak," kata Ulung.