REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Wakil Sekretaris Jenderal PKB Dita Sari menilai perlu solusi konkret dari pemerintah untuk mencegah kepunahan para petani lokal, salah satunya keberpihakan terhadap harga jual yang lebih menguntungkan petani. "Hasil penelitian LIPI ini mengonfirmasi kekuatiran kita tentang masa depan pertanian dan ketahanan pangan Indonesia ke depan," kata Dita Sari di Jakarta, Jumat (22/9).
Dia mengatakan hal itu terkait hasil survei Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang menyatakan petani Indonesia terancam punah. Rata-rata usia petani kita saat ini 52 tahun dan hanya sekitar tiga persen generasi muda di tempat itu yang tertarik menjadi petani.
Menurut dia, generasi muda yang tinggal di desa menilai kerja tani sebagai profesi yang tidak menentu penghasilannya, penuh risiko rugi namun malah berat secara fisik. Dita menilai harga jual yang sering terjun bebas membuat petani sering nombok dan akhirnya rugi.
Juga, biaya produksi sering naik akibat kenaikan upah tenaga kerjanya saat musim tanam dan panen, perubahan cuaca, biaya transportasi, ketersediaan lahan yang semakin menyusut. "BPS memang menyatakan bahwa Nilai Tukar Petani nasional per Agustus naik 0,94 persen namun faktanya kita melihat penurunan harga jual beberapa komoditi seperti cabe dan bawang. Cabe rawit pernah anjlok hingga Rp 4000-6000 perkilogram, juga bawang merah," ujar Dita.
Menurut dia kalau kondisi itu terus dibiarkan, tidak ada anak muda mau bertani sehingga menyebabkan masa depan ketahanan pangan Indonesia mengkhawatirkan. Hal itu, menurut dia, karena 90 persen pangan nasional diproduksi oleh pertanian keluarga skala kecil yang sering rugi.
"Karena itu kita jangan-jangan sebetulnya darurat pertanian, meskipun tidak krisis pangan. Tata niaga terutama kebijakan harga, harus menjadi fokus perlindungan," ujarnya.
Menurut dia kalau harga pangan naik sedikit saja, semua orang di kota akan protes namun ketika harga turun dan petani gigit jari, tidak banyak yang memperhatikan. Dita mendesak pemerintah agar mencarikan solusi terkait persoalan harga karena kalau tidak, maka siap-siap saja impor besar-besaran seluruh komoditi pangan karena di sektor ini tidak menjanjikan bagi generasi muda Indonesia.
Sebelumnya berdasarkan riset Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, rata-rata usia petani di tiga desa pertanian padi di Jawa Tengah mencapai 52 tahun. Namun, kaum muda yang bersedia melanjutkan usaha tani keluarga di sana hanya sekitar tiga persen.
Kepala Pusat Penelitian Kependudukan LIPI, Haning Romdiati, menegaskan keberadaan pertanian keluarga skala kecil atau lahan terbatas sangat penting dalam penyediaan pangan. "Berkaca dari hasil survei ini, bila ke depan kondisinya tetap dibiarkan, maka Indonesia mengalami krisis petani. Pemerintah harus membuat kebijakan regenerasi petani," kata Haning di Gedung LIPI Jakarta, Rabu (20/9).
Dia mengatakan keberadaan pemuda untuk melanjutkan usaha tani keluarga sangatlah penting, selain untuk menjaga keberlanjutan pertanian, juga sebagai generasi penerus yang diharapkan melanjutkan usaha pertanian keluarga.