Kamis 21 Sep 2017 01:36 WIB

Kejutan Pansus Angket Sebelum Kerja Berakhir, Apa Itu?

Arteria Dahlan
Foto: Istimewa/doc DPR
Arteria Dahlan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panitia Khusus Angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi menyayangkan sikap KPK yang berkeras tidak mau hadir memenuhi undang KPK. Hal ini diketahui dari surat dari KPK yang diterima Pansus Angket perihal tidak bisa hadirnya KPK.

Anggota Pansus KPK dari Fraksi PDIP Arteria Dahlan mengungkap, surat tertanggal 20 September 2017 itu diterima Pansus setelah Pansus menerbitkan surat undangan kepada KPK pada 18 September sebelumnya.

Surat tersebut kata Arteria, pada intinya mengatakan KPK tidak dapat memenuhi permintaan Pansus hak angket KPK karena alasan saat ini KPK tengah menjadi pihak terkait dalam permohonan uji materi Undang-undang Nomor 17 Tahun 2004 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3).

"Tentunya ini sangat kami sayangkan, kami juga sangat prihatin bagaimana lembaga negara dipanggil oleh Pansus yang legitimate tidak hadir dengan alasan yang kami katakan tidak inkonstitusional," ujar Arteria dalam keterangan pers di Hotel Santika, Slipi, Jakarta Barat, Rabu (20/9).

Menurut Arteria, semestinya lembaga yang dibiayai oleh negara itu hadir jika diminta oleh DPR, termasuk KPK. Apalagi Pansus merupakan kesempatan bagi pihak yang diselidiki untuk melakukan klarifikasi.

"Walau demikian kami tetap menghormati sikap KPK, kami juga melayangkan surat pemanggilan berikutnya," ujar Arteria.

Ia pun berharap, sampai batas waktu terakhir pansus angket yakni hingga 28 September 2017, KPK dapat memenuhi panggilan Pansus Hak Angket DPR. "Sebagai wujud dari peradaban hukum dan menjadi contoh bagaimana upaya hukum apapun tidak boleh juga menciderai tatanan norma yang disediakan oleh hukum negara," ujar Anggota Komisi III DPR tersebut.

Temuan pansus

Namun demikian, jelang berakhirnya masa kerja pansus, Arteria mengungkap, pansus justru mengungkap temuan lain yakni soal dugaan kasus korupsi yang dilakukan oleh Ketua KPK Agus Rahardjo. Hal ini berkaitan jabatan Agus sebagai Ketua Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).

Arteria Dahlan menjelaskan Agus diduga terlibat dalam korupsi pengadaan alat berat penunjang perbaikan jalan pada Dinas Bina Marga Provinsi DKI Jakarta tahun 2015. Arteria mengatakan, proyek tersebut bekerja sama dengan PT Dormauli senilai Rp36,1 miliar.

Pihak-pihak tersebut, kata Arteria, diduga melakukan rekayasa dalam proses pengadaan, penetapan spesifikasi dan perkiraan harga pengadaan barang tersebut.

"Apakah benar yang diadakan itu 19 unit PAKKAT ROAD MAINTENANCE Truck atau istilahnya PRMT C-3200. Apakah benar nilainya itu Rp 36,1 miliar? Apakah benar disediakan juga oleh PT Dor Ma Uli (DMU)? Apakah benar melalui e-Katalog? Apakah benar terjadi keterlibatan yang dilakukan teman-teman yang ada di LKPP, yang notabene pimpinan LKPP nya adalah yang sekarang jadi pimpinan KPK?," ujar Arteria.

Menurutnya, pihaknya menemukan sejumlah temuan bahwa pihak LKPP dan Bina Marga tidak melakukan evaluasi untuk memastikan kebenaran informasi yang disajikan PT Dor Ma Uli. Pihaknya juga sudah melakukan klarifikasi soal produk, status, harga produk tersebut dan menemukan bahwa terjadi rekayasa dalam dokumen identifikasi barang-barang tersebut.

Ia menyebutkan, saat dilakukan verifikasi untuk memastikan kesesuaian spesifikasi, namun nyatanya tidak memenuhi persyaratan layak fungsi dan pada faktanya tidak sesuai dengan spesifikasi yang ada. "Kami menemukan indikasi pada saat ini adanya penyimpangan yang dilakukan LKPP yang sayangnya pimpinan pada saat itu Pak Agus Rahardjo," ujar Arteria.

Selain itu, LKPP saat dipimpin Agus juga tidak mensyaratkan dokumen yang melegitimasi asal usul produk tersebut serta status PT DMU, sebagai agen tunggal pemegang merk atas merek barang tersebut.

"Tidak mengevaluasi dokumen terkait yang disampaikan PT DMU untuk memastikan kebenaran substansif, artinya unit barang sesuai yg dihadirkan lalu tidak memiliki harga perkiraan sendiri yang digunakan sbagai dasar sbagai negosiasi, shingga tidak dapat mengevaluasi kebenaran harga PT DMU," ujarnya.

Arteria mengungkap, kasus rekayasa pengadaan barang tersebut juga saat ini ditangani oleh Polda Metro Jaya, dimana dua orang telah ditetapkan sebagai tersangka yakni, Kepala Unit UPT KPA sekaligus PPK kegiatan pengadaan saat itu Hamdan, dam tersamgka kedua adalah Irianto, Direktur Utama PT Dor Ma Uli (DMU).

"Kami menemukan ada dua pihak lagi yang beririsan lansung dengan kejadian yang temuan faktanya sudah dinyatakan oleh institusi yang berwenang untuk itu," ujar Arteria.

Arteria mengungkap, dua pihak tersebut antara lain pihak yang mengganti usulan awal kegiatan dan pihak yang memerintahkan pelaksanaan anggaran melalui pembelian online atau e-purchasing.

Padahal barang tersebut kata Arteria, belum ada di e-catalog. "Lalu Irisan kedua, kami temukan pimpinan LKPP terindikasi diduga kuat memerintahkan direktur pengembangan sistem catalog LKPP e-catalog untuk melaksanakan e-catalog, untuk memenukan persyaratan e-purchashing yang tadi. Transaksi sudah baru direkayasa administrasi pengadaan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement