REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Aktivitas vulkanik Gunung Agung di Karangasem, Bali semakin tidak stabil. Status gunung api tersebut dinaikkan dari level dua (waspada) ke level tiga (siaga).
"Terhitung 18 September 2017, pukul 21.00 WITA, status Gunung Agung dinaikkan dari level dua (waspada) ke level tiga (siaga)," kata Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Kasbani, Senin (18/9).
Asap kawah utama terlihat dengan ketinggian maksimum 50 meter dari atas puncak, bertekanan lemah dengan warna putih berintensitas tipis. Tim juga melihat percikan api pascagempa sekitar pkul 19.02 WITA. Pascakenaikan status Gunung Agung ke level waspada, yaitu 14 September 2017-18 September 2017, pukul 20.00 WITA, tim merekam dua kali gempa tremor nonharmonik dengan amplitudo enam milimeter (mm). Lama gempa berlangsung 480 detik.
Alat juga mencatat terjadi 18 kali gempa vulkanik dangkal, 355 kali gempa vulkanik dalam, sembilan kali gempa tektonik lokal, dan tiga kali gempa tektonik jauh. Gempa terasa dengan magnitudo Md.3.11 terekam pukul 19.02 WITA di Pos Pengamatan Gunung Api (PGA) Agung di Desa Rendang.
Kasbani mengatakan pengamatan visual Gunung Agung dari pos menunjukkan adanya hembusan solfatara dari dasar kawah setinggi 50 meter dari bibir kawah. Gempa vulkanik dalam yang mengindikasikan proses peretakan batuan di dalam tubuh gunung api akibat tekanan fluida magmatik dari kedalaman mulai terekam meningkat jumlahnya secara konsisten sejak 10 Agustus 2017. Jumlahnya terus meningkat.
Masyarakat di sekitar Gunung Agung, pendaki, dan wisatawan juga diharap tetap tenang dan waspada. Kasbani mengatakan jangan sampai terpancing isu tentang erupsi Gunung Agung yang tidak jelas sumbernya.
Ancaman bahaya secara langsung berada di daerah utara Gunung Agung, terutama di daerah aliran sungai Tukad Tulamben, Tukad Daya, Tukad Celagi yang berhulu di area bukaan kawah. Lokasi berpotensi bahaya lainnya adalah Sungai Tukad Bumbung di tenggara, Pati, Tukad Panglan, dan Tukad Jabah di selatan Gunung Agung yang berpotensi bahaya aliran piroklastik dan lahar.
Gunung Agung mengalami dua kali erupsi serius. Pada 12 Maret 1963 terjadi erupsi setinggi delapan hingga 10 kilometer (km) disertai aliran piroklastik yang menghancurkan beberapa desa di sekitarnya, disusul aliran lahar yang menewaskan 1.100 jiwa. Erupsi kedua terjadi 27 Januari 1964 dan menyisakan kawah berdiameter 500 meter dan dalam 200 meter.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Bali Dewa Indra mengatakan masyarakat harus mengikuti arahan dari pemerintah. Masyarakat dan wisatawan dilarang beraktivitas pada radius tiga kilometer dari kawah Gunung Agung.
Peringatan dini merupakan langkah pemerintah dalam penanggulangan kebencanaan untuk mengurangi risiko akibat bencana. "Masyarakat terutama yang berada dii kawasan rawan bencana Gunung AGung, tetap tenang dan tidak usah panik. Ikuti arahan resmi pemerintah. Informasi yang berkembang dari sumber tak jelas dihadapi dengan mencari informasi dari sumber resmi," katanya.
Pemerintah Kabupaten Karangasem terus berkoordinasi dengan instansi terkait. Tempat kesiapsiagaan relatif aman sudah ditentukan. Rencana evakuasi warga, inventarisir kebutuhan, bak personel, peralatan, dan dukungan keuangan juga ditentukan.