Ahad 17 Sep 2017 22:22 WIB

Operasi Tangkap Tangan Dinilai Paling Efektif Tangani Suap

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Nur Aini
Ilustrasi Operasi Tangkap Tangan (OTT). (Republika/Mardiah)
Foto: Republika/Mardiah
Ilustrasi Operasi Tangkap Tangan (OTT). (Republika/Mardiah)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia, Dadang Tri Sasongko mengatakan, ada beberapa fenomena terkait maraknya operasi tangkap tangan (OTT) pejabat publik di daerah baik kepala daerah, anggota DPRD hingga birokrat di Pemerintah Daerah. Menurutnya, terkait pola korupsinya sama-sama dengan apa yang terjadi di pusat, baik aktor maupun modusnya.

Hal tersebut, kata Dadang mengindikasikan buruknya sistem pengawasan terhadap pelaksanaan pemerintahan di daerah. Sehingga, memang OTT merupakan cara paling efektif menghentikan tindak pidana tersebut.

"Modusnya suap terkait pengadaan barang atau jasa dan perizinan. Memang hanya dengan OTT-lah modus suap ini efektif ditangani," ujar Dadang saat dihubungi, Ahad (17/9).

Selama ini, kata Dadang, OTT yang dilakukan KPK selalu berdasarkan pengaduan masyarakat. Artinya, saat ini sudah banyak orang yang sudah berani dan mau melaporkan adanya praktik korupsi ke KPK dan hal ini patut diapresiasi. "Kalau OTT KPK ini dibarengi dengan upaya pembangunan sistem pengawasan yang kuat di dalam pemerintahan, dia akan memiliki efek pencegahan korupsi jangka panjang. Artinya, pemerintah dan KPK harus duduk bersama untuk membenahi sistemnya," tuturnya.

Sementara itu peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Almas Sjafrina mengatakan ada banyak faktor yang mendorong kepala daerah melakukan tindak pidana korupsi mulai dari mencari, modal pemenangan pemilu, kepentingan partai, dan faktor lainnya. Menurut Almas, faktor yang sering ditemukan dalam tindak pidana korupsi yang dilakukan para kepala daerah adalah besarnya biaya politik yang dikeluarkan mulai dari mahar politik, kemudian suap yang acap kali dilakukan untuk mendapatkan dukungan parpol tertentu dan yang paling sering ditemui adalah praktik jual-beli suara. "Butuh dana yang besar untuk pemilu," kata dia.

Seringkali, kata dia, para kepala daerah menggunakan uang pribadi atau mencari donatur besar yang sifatnya mengikat. Selain itu, para kepala daerah dalam pemilu juga sering mengeluarkan biaya untuk mempertahankan dukungan publik sehingga praktik korupsi menjadi godaan terberat bagi para kepala daerah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement