Jumat 15 Sep 2017 11:44 WIB

UMY Dukung OSSOF Jadi Solusi Antisipasi Kekerasan Anak

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Gita Amanda
Kampus Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) di Yogyakarta.
Foto: muhammadiyah.or.id
Kampus Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) di Yogyakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) menggelar lokakarya Peran Tridharma Perguruan Tinggi dalam Melaksanakan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Lokakarya sendiri merupakan hasil kerja sama bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Mengangkat tema One Student Save One Family (OSSOF), para peserta lokakarya diajak membagikan pengalaman dan temuan penelitian atas isu sosial. Mereka turut berpartisipasi mendiskusikan isu-isu terkait yang saat ini berkembang seperti kekerasan anak, kejahatan seksual, tawuran, dan penyalahgunaan NAPZA di tengah-tengah kalangan remaja.

Asisten Deputi Partisipasi Organisasi Keagamaan dan Kemasyarakatan Kementerian PPPA, Meydian Werdiastuti mengatakan, ketidakberfungsian atau kegagalan keluarga memberikan pengasuhan masih sering terjadi di Indonesia. Berdasarkan penelitian KPAI, 70 persen orang tua belum mampu mengasuh anak mereka dengan menggunakan metode yang cocok jaman sekarang.

"Cara mengasuh yang diterapkan orang tua sering kali hanya menerapkan apa yang diperolehnya sejak kecil, tanpa mempelajari perubahan jaman. Saat ini hanya 30 persen orang tua yang memberikan pendidikan mental, seperti menanyakan persoalan sosial mereka, soal hobi, permasalahan dengan teman, status media sosial, bahkan soal reproduksi," kata Meydian, Kamis (14/9) lalu.

Untuk itu, ia berharap program One Student Save On Family (OSSOF) bisa mengantisipasi maraknya kekerasan pada anak, tindakan diskriminatif terhadap perempuan, seperti perdagangan orang, kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan dan kejahatan seksual. Meydian merasa, peran mahasiswa sangat dibutuhkan karena miliki idealisme tinggi dan kepekaan sosial atas situasi sekitar.

Senada, narasumber lain Dr. Louisa A. Langi menuturkan, mahasiswa harus mengumpulkan kredit poin kegiatan nonkurikuler sebelum menyelesaikan masa studinya. Untuk menunjang pengimplementasian OSSOF, mereka harus mempunyai pusat studi dan mitra, seperti organisasi wanita atau lembaga kemasyarakatan lainnya.

"Selain itu, faktor yang harus diperhatikan juga yaitu mengidentifikasi keluarga berisiko, keadaan gizi dalam keluarga, mengidentifikasi keluarga yang terkena penyakit serta mengidentifikasi kekerasan keluarga dalam rumah tangga," ujar Louisa.

Pandangan serupa disampaikan narasumber lain, Dr Arianti Ina Restiani Hunga, yang menilai OSSOF memiliki tujuan, yaitu meningkatkan peran Perguruan Tinggi dalam memperbaiki kondisi ketahanan keluarga, perempuan, dan anak. Pemahaman dan komitmen dirasa penting ditanamkan keluarga sehingga bisa memuculkan solusi pada persoalan perempuan dan anak.

"Perguruan tinggi perlu mendukung menciptakan pemberdayaan perempuan, perlindungan anak dan ketahanan keberlanjutan keluarga, khususnya keluarga rentan dan miskin, serta diharapkan terciptanya suatu model intervensi program dan kegiatan pelibatan perguruan tinggi dan mahasiswa, dalam pemberdayaaan perempuan dan perlindungan anak," kata Arianti.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement