Rabu 13 Sep 2017 20:41 WIB

Nasdem Pertanyakan Rencana Penyusunan RUU Penyadapan

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Bayu Hermawan
Politikus Partai Nasdem Johnny G Plate.
Politikus Partai Nasdem Johnny G Plate.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Nasdem Johnny G Plate, mempertanyakan perihal wacana penyusunan Rancangan Undang-undang (RUU) Tata Cara Penyadapan. Pihaknya menyarankan agar tata kelola sistem penyadapan diperbaiki sebelum merancang aturan baru.

Menurutnya, tidak semua kasus negara harus diangkat dalam bentuk suprastruktur UU. Dia menilai ada permasalahan yang dapat diselesaikan di bawah UU. "Pertanyaanya adalah mengapa ada ide butuh UU penyadapan. Ada apa masalahnya ?," ujar Johnny kepada wartawan di Kantor DPP Partai Nasdem, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (13/9).

Jika UU tersebut terkait dengan polemik DPR dengan KPK, maka tata kelola penyadapan harus terlebih dulu diperbaiki. Adanya UU, lanjutnya, bukan hanya diperuntukkan bagi satu, dua atau sebagian lembaga negara.

"UU merupakan kebutuhan untuk seluruh lembaga negara dan seluruh rakyat, bukan untuk kebutuhan satu lembaga. Kalau kebutuhan satu lembaga itu hanya perlu tata kelola lembaga atau prosedur dalam lembaga itu," katanya.

Dia menambahkan, rencana penyusunan UU harus dilihat dalam substansi yang utuh. Menurutnya jika penyadapan untuk kebutuhan bangsa maka hal tersebut perlu didukung. "Tapi jika hanya untuk KPK sebaiknya tidak berlaku nasional," ucapnya.

Sebelumnya, Komisi III DPR berencana menyusun RUU tentang Tata Cara Penyadapan. Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo mengatakan, penyusunan RUU merupakan tindak lanjut dari adanya putusan Mahkamah Konsitusi yang mengatakan penyadapan merupakan bentuk pembatasan terhadap hak privasi seseorang yang merupakan bagian dari HAM yang seharusnya diatur dengan undang-undang.

Menurut Bambang, pengaturan tersebut perlu diatur setingkat undang-undang agar penyadapan yang berlaku di lembaga penegak hukum maupun yang terkait seragam. Sebab, selama ini tata cara penyadapan yang harus terlebih dahulu memperoleh izin pengadilan, tidak berlaku untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Intelijen Negara (BIN) yang bukan pro justisia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement