Ahad 10 Sep 2017 17:24 WIB

Haedar: Ormas Jangan Main Hakim Sendiri

Rep: FUJI EKA/ Red: Winda Destiana Putri
 Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir menyesalkan terjadinya pembubaran kegiatan Daurah Tahfidzul Quran di Karimunjawa, Jepara, Jawa Tengah. Pembubaran tersebut dikabarkan dilakukan oleh sekelompok orang yang mewakili organisasi kemasyarakatan tertentu.

"Tindakan main hakim sendiri seperti itu apapun alasannya tidak boleh dilakukan oleh masyarakat atau organisasi kemasyarakatan," kata Haedar Nashir melalui keterangan tertulis yang diterima Republika, Ahad (10/9).

Ia menerangkan, Indonesia adalah negara hukum. Kegiatan keagamaan maupun kegiatan lain dalam masyarakat mendapat jaminan konstitusional. Terlebih untuk suatu kegiatan keagamaan yang luhur guna memasyarakatkan bacaan dan pemahaman Alquran sebagai kitab suci umat Islam. Hal ini dijamin secara tegas pada Pasal 29 UUD 1945. 

Menurutnya, kalaupun ada kegiatan warga negara, masyarakat atau organisasi masyarakat yang dianggap melanggar secara administratif. Maka hanya aparat penegak hukum atau pemerintah yang berhak melakukan tindakan penertiban. 

"Hal itupun harus benar-benar berpedoman pada hukum serta peraturan yang berlaku secara objektif, tidak asal melakukan tindakan penertiban secara sepihak dan diskriminatif," ujarnya.

Haedar menambahkan, perbedaan paham agama tidak boleh menjadi alasan melakukan tindakan main hakim sendiri. Jangan sampai isu radikal, radikalisme, deradikalisme, deradilasiasi, teroriseme, paham keagamaan tertentu, hingga isu menjaga Kebhinekaan, NKRI, Pancasila dan lain sebagainya dijadikan alat pemukul. Oleh siapapun atau organisasi apapun yang berbeda pandangan dengan cara main hakim sendiri.

Kalau ada organisasi kemasyarakatan atau kelompok keagamaan manapun mengklaim diri anti kekerasan dan anti radikalisme. Maka jangan melakukan kekerasan dan tindakan radikal terhadap pihak lain atas nama apapun. 

"Manakala hal tersebut dilakukan sama dengan pro kekerasan dan pro radikalisme dalam bentuk lain. Buktikan dalam tindakan nyata kalau ormas Islam di mana pun berada benar-benar penyebar kedamaian, toleransi, moderat, ukhuwah, akhlak karimah dan rahmatan lil''alamin," jelasnya.

Haedar melanjutkan, apa jadinya Indonesia sebagai negara hukum dan demokrasi manakala ada sekelompok orang atau organisasi kemasyarakatan dibiarkan bebas melakukan tindakan-tindakan main hakim sendiri. Apalagi manakala tindakan sewenang-wenang tersebut terjadi karena perbedaan paham atau kepentingan. 

Ia menambahkan, kalaupun ada isu tidak ada IMB (Izin mendirikan bangunan) pada tempat yang digunakan, maka soal adminsitratif tersebut tidak dapat dijadikan alasan main hakim sendiri. Kalaupun aparat negara melakukan penertiban soal IMB, maka harus diberlakukan umum terhadap tempat-tempat lain yang tidak memiliki IMB, serta jangan tebang pilih.

Aparat penegak hukum pun dalam melakukan tindakan tidak boleh bertentangan dengan hukum yang berlaku. Terlebih jika dilakukan pihak swasta atau masyarakat sipil yang memang tidak memiliki hak dan kewenangan. "Karenanya demi tertibnya negara hukum, tegaknya demokrasi dan hak asasi manusia, serta keharmonisan antar masyarakat dan kedamaian kehidupan keagamaan di Indonesia, maka hentikan segala bentuk tindakan main hakim sendiri di negeri ini," tegasnya.

Ia menyampaikan, pihak kepolisian atau pemerintah tidak boleh menutup mata dan membiarkan tindakan main hakim sendiri berulang. Harus bertindak tegas dan tidak memihak agar ada jaminan ketertiban dan keamanan di masyarakat.

"Jika tindakan main hakim sendiri itu dibiarkan dan fungsi penegakan hukum diambil alih oleh organisasi kemasyarakatan maka akan terjadi potensi konflik sosial di masyarakat, sekaligus ancaman terhadap keberadaan negara hukum, demokrasi dan hak asasi manusia di republik ini," ujarnya.

sumber : Center
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement