Sabtu 09 Sep 2017 16:03 WIB

Komunitas Motor Minta Pemprov Cabut Pergub Diskriminatif

Rep: Ali Yusuf/ Red: Endro Yuwanto
 Massa Front Transportasi Jakarta menggelar aksi menolak perda pembatasan sepeda motor di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Senin (22/12). (Republika/Tahta Aidilla)
Massa Front Transportasi Jakarta menggelar aksi menolak perda pembatasan sepeda motor di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Senin (22/12). (Republika/Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Gerakan Aliansi Menentang Pembatasan Motor (Gampar) menilai Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta masih diskriminatif terhadap pengendara motor. Pasalnya, meski pemprov telah membatalkan uji coba perluasan pelarangan motor di Jalan Jenderal Sudirman, namun Pergub 195/2014 tentang Pembatasan Lalu Lintas Sepeda Motor tidak dicabut.

“Yang harus digarisbawahi adalah dengan adanya pencabutan uji coba pelarangan sepeda motor bukan serta merta menghilangkan aroma diskriminasi terhadap pengendara sepeda motor. Diskriminasi masih berlanjut berlanjut karena Pergub 195/2014 masih berjalan,” kata Rio Oktaviano, Badan Kehormatan Road Safety Association, Sabtu (9/9).

Rio yang juga inisiator Gampar ini mengaku pihaknya telah mengapresiasi Pemprov DKI Jakarta yang mempertimbangkan untuk menunda uji coba perluasan larangan sepeda motor Jalan Jenderal Sudirman. Namun, ke depannya pemprov tidak perlu mengulangi lagi membuat pernyataan yang dapat menimbulkan kerusuhan. “Kami meminta pemprov tidak mengulangi lagi mengeluarkan statement-statement yang provokatif seperti ini,” ujarnya.

Rio meminta Pemprov DKI membenahi semua transportasi publik sebelum mengeluarkan kebijakan perluasan pelarangan motor di beberapa ruas jalan protokol. Karena, lanjut Rio, selama ini pemprov cukup menyediakan Transjakarta sebagai upaya perbaikan transportasi publik.

Padahal, menurut Rio, kendaraan umum seperti angkot, metromini, mikrolet termasuk jaringan transportasi publik yang keberadaannya masih belum membuat warga DKI Jakarta nyaman menggunakanya.

“Kami juga mengingatkan kepada pemerintah provinsi yang sekarang dan yang akan datang untuk tidak lagi menjadikan masyarakat korban atau tumbal. Karena kami melihat ini adalah faktor kegagalan pemerintah dalam mengkoordinasikan antara internal mereka dengan pihak-pihak yang terkait dengan transportasi publik,” kata Rio.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement