REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Koordinator Jaringan Aksi Keselamatan Jalan (Koordinator Jarak Aman) Edo Rusyanto menilai pembatalan perluasan pembatasan lalu lintas jalan Bundaran HI-Bundaran Senayan sudah tepat. Hal itu mengingat kondisi angkutan substitusinya perlu dipersiapkan secara matang.
"Kami menilai bahwa pembatalan perluasan pembatasan lalu lintas jalan sudah tepat. Hal itu mengingat kondisi angkutan substitusinya perlu dipersiapkan secara matang," ujar Edo dalam siaran pers yang diterima oleh Republika, Kamis (7/9).
Bagi Jarak Aman, upaya pembatasan lalu lintas kendaraan bermotor, entah itu sepeda motor maupun mobil, seyogyanya diiringi dengan pemenuhan ketentuan regulasi. Terutama terkait dengan kendaraan substitusinya, yakni penyediaan angkutan umum di kawasan jalan yang dibatasi.
Setidaknya bila merujuk pada Undang Undang (UU) No 22 tahun 2009, Perda DKI Jakarta No 2 tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, Perda DKI Jakarta No 5 tahun 2014 tentang Transporasi, dan Pergub No 35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Minimal Unit Pengelola Transjakarta ada tiga hal penting terkait angkutan umum yang mesti disediakan.
Pertama, waktu yang dibutuhkan pengguna jasa menunggu kedatangan bus pada waktu puncak maksimal tujuh menit, sedangkan nonpuncak 15 menit. Kedua, angkutan umum yang dipakai menggunakan bahan bakar gas (BBG). Sedangkan yang ketiga adalah, masa pakai kendaraan bermotor umum bus paling lama 10 tahun.
Edo menuturkan tidak mudah memang memangkas kemacetan lalu lintas jalan di Kota Jakarta. "Maklum, selain dihuni oleh belasan juta kendaraan milik warga Jakarta, kota berusia 467 tahun itu juga terus digeruduk kendaraan bermotor dari warga kota di sekitarnya. Mudah ditebak bahwa kemacetan menjadi pemandangan sehari-hari di Jakarta," katanya.
Upaya mereduksi kemacetan lalu lintas jalan lazimnya dibarengi dengan penyediaan transportasi umum massal yang memadai. Angkutan umum yang aman, nyaman, selamat, tepat waktu, terjangkau, terintegrasi, dan ramah lingkungan.
Di sisi lain, persoalan yang tidak juga kecil adalah soal kebiasaan. Maksudnya, Edo menuturkan, kebiasaan menggunakan kendaraan pribadi harus diubah dengan perilaku menggunakan angkutan umum.
Membangun budaya menggunakan angkutan umum menjadi pekerjaan rumah tersendiri. Untuk yang satu ini, bukan melulu urusan pemerintah, melainkan juga persoalan warga kota itu sendiri.