Kamis 07 Sep 2017 18:25 WIB

Peraih Nobel Perdamaian Desak PBB Akhiri Kekerasan Rakhine 

Rep: Marniati/ Red: Winda Destiana Putri
Pengungsi etnis Rohingya duduk di tenda mereka di kamp pengungsi Baw Pha Du di Sittwe, Negara Bagian Rakhine, Myanmar, Rabu, (1/8).
Foto: Khin Maung Win/AP
Pengungsi etnis Rohingya duduk di tenda mereka di kamp pengungsi Baw Pha Du di Sittwe, Negara Bagian Rakhine, Myanmar, Rabu, (1/8).

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Peraih Nobel Perdamaian Muhammad Yunus meminta Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa untuk segera turun tangan mengakhiri krisis kemanusiaan di negara bagian Rakhine, Myanmar. Dalam sebuah surat terbuka kepada Presiden Dewan Keamanan dan para anggotanya, ekonom Bangladesh tersebut mengatakan tragedi kemanusiaan dan kejahatan terhadap kemanusiaan telah membawa dampak berbahaya di wilayah Arakan, Myanmar. Sehingga membutuhkan intervensi langsung dari PBB untuk mengakhirinya.

"Meskipun ada inisiatif yang diambil oleh Anda, situasinya belum membaik. Kali ini, saya mendesak untuk mengambil tindakan tegas untuk menghentikan kekerasan terhadap warga sipil yang tidak berdosa dan membawa perdamaian permanen di Rakhine," ujar Muhammad Yunus seperti dilansir Daily Star, Rabu (6/9).

Ia meminta DK PBB untuk segera turun tangan dengan menggunakan semua cara yang ada. untuk menghentikan serangan militer  terhadap warga sipil  tak berdosa yang memaksa mereka meninggalkan negara mereka dan melarikan diri dari negara tersebut untuk berubah menjadi orang-orang tanpa kewarganegaraan.

Yunus juga mendesak DK PBB untuk meyakinkan pemerintah Myanmar agar segera mengambil langkah-langkah untuk melaksanakan rekomendasi dari Komisi Penasihat Rakhine yang dibentuk pada tahun 2016 di bawah tekanan masyarakat internasional. Komisi tersebut, yang diketuai oleh mantan Sekjen PBB Kofi Annan, sebagian besar terdiri dari warga Myanmar.

Ia merekomendasikan pemberian kewarganegaraan kepada orang-orang Rohingya, yang memungkinkan mereka memiliki hak dan persamaan di depan undang-undang, memastikan representasi komunal, dan memfasilitasi bantuan PBB untuk memastikan keselamatan dan keamanan kaum Rohingya yang kembali.

Prof Yunus mengatakan sistem pendekatan yang baik sangat dibutuhkan oleh PBB dan masyarakat internasional jika ingin mengakhiri siklus kekerasan terhadap orang-orang Rohingya.

"Pemerintah Myanmar perlu diberi tahu bahwa dukungan dan keuangan internasional bergantung pada perubahan kebijakan yang besar terhadap Rohingya. Propaganda dan hasutan kebencian dan semua kekerasan, terutama kekerasan negara terhadap Rohingya harus dihentikan, undang-undang dan kebijakan yang diskriminatif harus dihilangkan, dan rekomendasi dari komisi Kofi Annan harus segera dilaksanakan," katanya.

Menurutnya, saat ini dunia sedang menunggu langkah DK PBB untuk memainkan perannya dalam mengakhiri krisis kemanusiaan dan membangun perdamaian di wilayah Rakhine. Ia menambahkan, kesengsaraan manusia yang diciptakan oleh pemindahan pria, wanita dan anak-anak yang sangat besar di bawah ancaman kematian semakin memburuk setiap harinya.

Pendiri Grameen Bank ini, bersama beberapa peraih Nobel dan tokoh dunia lainnya juga mengecam kekerasan yang pernah terjadi akhir tahun lalu dan menulis surat kepada Dewan Keamanan untuk turun tangan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement