REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pengawasan terkait dengan sistem pengelolaan dana BPJS Kesehatan. Ini sebagai antisipasi agar tidak ada tindak kecurangan yang bisa berimplikasi pada praktik korupsi.
"Khusus BPJS Kesehatan kami sudah mempunyai program khusus termasuk di Kementerian Kesehatan, karena kami tahu ada dana sangat besar dihimpun dari masyarakat," ujar Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (6/9).
Menurut dia, sejak awal tahun KPK sudah melakukan koordinasi dengan baik dengan pihak terkait, bahkan telah dibuatkan aplikasi 'Jaga' yang bisa diunduh di ponsel sebagai pelaporan terhadap program jaminan kesehatan tersebut. Selain itu, aplikasi 'Jaga' diharapkan mampu mengakomodir laporan dari masyarakat tentang layanan Rumah Sakit dan Puskesmas yang bersinggungan dengan pelayanan BPJS Kesehatan.
Kendati demikian, lembaga antirasuah ini tidak bertugas mengontrol jumlah anggaran yang diserap maupun disalurkan, tetapi pada sistem pengelolaan keuangannya apakah sesuai atau tidak. "KPK telah diberikan rekomendasi oleh BPJS Kesehatan dan Kemenkes soal ini, bahkan ada tim khusus dari KPK mengurus masalah BPJS Kesehatan," ulas alumnus Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin itu.
Sebelumnya, Lembaga Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi melansir sejumlah program BPJS Kesehatan berpotensi mengalami tindak kecurangan atau fraud berujung pada perilaku korupsi. "Berdasarkan data ICW, Sulawesi Selatan menempati urutan ke sembilan besar, potensi dugaan perilaku fraud. Ada sembilan kasus dengan dugaan kerugian negara sebesar Rp 21 juta lebih,' ungkap Staf Divisi Korupsi Politik ICW, Almas Syafrina di kantor ACC Sulawesi, Makassar, Selasa (5/9).
Sementara potensi korupsi pada sektor kesehatan di Sulsel ada 10 item, seperti dana Alat Kesehatan (Alkes), Dana Jaminan Kesehatan, Infrastruktur Rumah Sakit, Dana Obat-obatan, Sarana dan Prasarana Rumah Sakit, Dana Operasional Rumah Sakit dan Pengadaan Alkes Rumkit. Selain itu, dia melanjutkan, belum terbentuknya tim pengendali fraud membuat pengawasan terhadap keuangan BPJS Kesehatan tidak terkontrol, padahal sesuai amanah pasal 7 dan 8 Permenkes nomor 36 tahun 2015 telah mengatur itu.
Bahkan diduga BPJS Kesehatan tidak transparan terkait klaim dari seluruh rumah sakit yang sudah bekerja sama. Sementara dari peneliti ACC Sulawesi, Hamka menyebutkan sejumlah temuan data usulan warga miskin Penerima Bantuan Iuran (PBI) dari Pemerintah Kota Makassar ditolak BPJS Kesehatan. Sepanjang 2017 di Makassar, lanjutnya, pada tahap pertama, dari 20.953 jiwa, hanya 9.531 jiwa yang diterima kepesertaan BPJS Kesehatan dengan persentase 45,48 persen, sedangkan sisanya, 11.422 PBI diwajibkan ke jalur mandiri.