Selasa 05 Sep 2017 16:13 WIB

Mahfud MD: Negara Ini Maju Kalau Hukum Ditegakkan

Pakar Hukum Tata Negara Mahfud MD
Foto: ROL/Havid Al Vizki
Pakar Hukum Tata Negara Mahfud MD

REPUBLIKA.CO.ID, MAGELANG -- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menegaskan, negara ini hanya akan maju secara lebih signifikan kalau hukum ditegakkan. "Saya sering mengatakan,lebih dari separuh persoalan di Indonesia ini selesai kalau penegakan hukum beres, yang lain itu ad hoc," kata Mahfud MD di Magelang, Selasa (5/9).

Ia menyampaikan hal tersebut dalam sebuah seminar regional di Universitas Tidar (Untidar) Magelang dalam rangkaian peresmian program studi hukum di perguruan tinggi negeri tersebut.

Ia mengatakan, sekarang terjadi krisis di berbagai lapangan, di bidang ketenagakerjaan, perhubungan, keamanan, pendidikan, dan lainnya. Banyak pelanggarannya dan setelah diusut ujungnya korupsi. Menurut dia korupsi semakin merajalela karena hukumnya tumpul.

"Mengapa hukum itu tumpul karena penegaknya tersandera, banyak penegak hukum sekarang itu tersandera oleh persoalan dirinya sendiri, misalnya ada hakim mau berbuat baik atau adil itu susah, karena dia pernah berbuat tidak adil sehingga saat mau berbuat adil diteror. Kamu jangan main-main, sekarang mau memutus perkara tidak mau disuap, padahal kamu dulu disuap, kalau sekarang tidak mau disuap lagi yang dulu saya bongkar, maka dia tersandera," katanya.

Selain itu, katanya banyak juga penegak hukum itu dipiara oleh kekuatan-kekuatan hitam sehingga di Indonesia ini penegakan hukum berjalan di tempat. "Tidak maju-maju sejak zaman reformasi itu kalau kita lihat indeks persepsi korupsi yang dilakukan Masyarakat Transparasi Internasional, kita sekarang indeks persepsi korupsinya dari nilai 0-10 kita baru 3,6 sehingga kalau sekolah tidak lulus itu," katanya.

Menurut dia hal itu terjadi karena hukumnya tidak tegak. Kalau mau beres hukumnya dibereskan dulu. Ia menuturkan, persoalan ekonomi itu sebagian besar adalah persoalan hukum.

Misalnya satu persen jumlah penduduk Indonesia sekarang ini menguasai 70 persen lahan di negeri ini, sedangkan 99 persen penduduk itu berebutan untuk mengelola 30 persen sisanya.

"Hal ini merupakan bentuk ketidakadilan, tidak tegaknya hukum. Tidak boleh aturan-aturan begitu. Orang sekarang harus punya lahan maksimal sekian untuk hak guna bangunan dengan masa HGB paling lama tiga tahun, tiba-tiba ada orang punya lahan lebih dari batas maksimal yang boleh dikeluarkan yang tidak ada batas waktunya," katanya.

Ia mengatakan hal itu jelas pelanggaran hukum, tetapi tidak ada yang berani bersuara. Hal tersebut dilewatkan begitu saja oleh penegak hukum, karena ada jaringan kolusi luar biasa.

"Saya berharap dengan adanya program studi ilmu hukum di Untidar ini, umpama yang sekarang agak sulit, mudah-mudahan kita bisa menyiapkan generasi-generasi baru seperti saudara ini yang sekarang kita menyiapkan fakultas hukumnya di Untidar. Mudah-mudahan ke depan bisa mengurangi kolusi itu sedikit demi sedikit," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement