Ahad 03 Sep 2017 18:17 WIB

Perilaku Buang Sampah ke Sungai di Semarang Memprihatinkan

Rep: S Bowo Pribadi/ Red: Andri Saubani
Seorang warga menggembalakan kerbau di Sungai Banjir Kanal Timur (BKT) Semarang, Jateng, Kamis (9/1).   (Antara/R. Rekotomo)
Seorang warga menggembalakan kerbau di Sungai Banjir Kanal Timur (BKT) Semarang, Jateng, Kamis (9/1). (Antara/R. Rekotomo)

REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN — Kepedulian sebagian masyarakat Kabupaten Semarang dalam menjaga kebersihan sungai masih rendah. Tak sedikit aliran sungai yang ada di daerah ini menjadi tempat paling praktis untuk membuang sampah rumah tangga.

Tak pelak, kualitas air dan lingkungan sungai pun menjadi semakin buruk. Salah satunya di Sungai Pule, Sabrangan serta Sungai Senayu, yang ada di wilayah Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang. Berangkat dari kepedulian terhadap lingkungan ketiga sungai ini, ratusan masyarakat dan para relawan di Kabupaten Semarang bergotong- royong membersihkan sampah rumah tangga dari aliran sungai ini, Ahad (3/9).

Salah seorang relawan, Elfrida Alifanti mengatakan, kondisi sungai di wilayah Kecamatan Bergas cukup memprihatinkan. Warga masih jamak berperilaku yang mengabaikan kelestarian lingkungan.

Selama aksi peduli ini, masyarakat serta para relawan telah mengangkatt sampah dari dalam aliran ke- tiga sungai yang berdekatan ini. “Sejak pagi hingga tengah hari, tak kurang dua truk sanmpah telah diangkat dari sungai,” jelasnya.

Ia menambahkan, kegiatan bersih- bersih sungai ini dilaksanakan dari hulu. Aksi ini melibatkan tak kurang seratus relawan dari berbagai latar belakang profesi. Mereka tak hanya dating dari Kabupaten Semarang, namun juga relawan peduli lingkungan daerah lain.

Jumlah ini masih ditambah masyarakat sekitar yang peduli dengan kelestarian sungai di wilayah desanya. Seperti karang taruna serta para perangkat desa dan perangkat dusun. Selain menjaga kebersihan sampah, kegiatan ini juga untuk menyelamatkan ekosistem sungai.

Yang memprihatinkan, lanjut Elfrida, pihak pemerintah desa setempat (Desa Bergas) telah mengeluarkan larangan untuk tidak membuang sampah di aliran sungai. Larangan ini juga menegaskan denda puluhan juta yang harus dibayar jika larangan ini dilanggar.

Namun, peringatan ini rupanya belum ampuh untuk merubah perilaku warga. “Yang paling banyak merupakan sampah rumah tangga, seperti plastik bekas pembungkus, popok penyerap buang air kecil (BAK), sisa sayuran, makanan busuk dan pembalut wanita bekas,” jelasnya.

Hal ini diamini oleh Kepala Dusun (Kadus) Pluwang, Iwan Sugiyanto. Sejak dua bulan terakhir sudah diterbitkan peraturan desa yang mengatur denda bagi siapapun yang kedapatan membuang sampah maupun merusak habitat sungai.

Awal diberlakukannya larangan ini, volume sampah sempat berkurang mencapai enam puluh persen. Namun, dalam waktu satu bulan terakhir, perilaku membuang sampah di sungai kembali dilakukan.

Polanya, sebagian masyarakat ini membuang sampah di sungai pada pagi hari. “Biasanya, sambil berangkat kerja mereka membuang bungkusan sampah dalam tas plastik ini ke dalam aliran sungai,” tegasnya.

Ia mengapresiasi kegigihan para relawan yang rela berjibaku dengan bau busuk sampah dari dalam sungai. Sebelum dibawa ke tempat penampungan, sampah- sampah ini terlebih dahulu ditempatkan dalam karung.

Selain membersihkan sampah, para relawan dan warga juga menanam bibit pohon beringin dan sengon di bantaran sungai. “Jenis pohon ini dapat memaksimalkan penyerapan air tanah dan memiliki akar yang cukup kuat untuk mencegah erosi,” tambahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement