Kamis 31 Aug 2017 15:30 WIB

Temui Peradi, Pansus Minta Masukan Soal Sidang Kasus Korupsi

Rep: Kabul Astuti/ Red: Qommarria Rostanti
Terdakwa suap proyek jalan Kementerian PUPR sekaligus Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa, So Kok Seng alias Aseng menunggu sidang pembacaan putusan kasus suap proyek jalan Kementerian PUPR di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (31/7).
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Terdakwa suap proyek jalan Kementerian PUPR sekaligus Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa, So Kok Seng alias Aseng menunggu sidang pembacaan putusan kasus suap proyek jalan Kementerian PUPR di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (31/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pansus Hak Angket KPK hari ini melakukan rapat dengar pendapat dengan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) di Gedung DPR RI Senayan Jakarta, Kamis (31/8). Wakil Ketua Pansus Hak Angket KPK, Taufiqulhadi, mengatakan para pengacara yang tergabung dalam Peradi akan memberikan pandangan dan perspektif mereka selama melakukan pembelaan di sidang-sidang tindak pidana korupsi (tipikor).

Menurut Taufiq, Pansus Hak Angket KPK ingin meminta masukan tentang hal-hal yang perlu diperbaiki dalam proses persidangan tipikor, dan peran Peradi selama ini dalam mendukung proses peradilan yang baik di Pengadilan Tipikor. Karena itu, Taufiq mengatakan, Pengadilan Tipikor adalah sebuah peradilan yang sangat sensitif dan dilihat oleh semua pihak.

"Kami menduga bahwa ada sejumlah pelanggaran HAM yang dilakukan dalam proses penyidikan dan penyelidikan, karena itu pengacara itu harus hadir di sana. Tidak boleh misalnya, pengacara tidak dihadirkan dalam setiap pemeriksaan di KPK. Mereka ingin memberikan pendapat dalam hal tersebut," kata Taufiqulhadi, di Gedung DPR RI, Kamis (31/8).

Dia menyebut, Pansus Hak Angket KPK akan menanyakan kepada Peradi terkait hal-hal yang sudah benar dan hal-hal yang perlu diperbaiki dalam sistem pembelaan klien pada saat sidang dan pemeriksaan kasus korupsi. Termasuk, perlu tidaknya saksi atau tersangka didampingi pengacara dalam proses pemeriksaan.

Ada anggapan bahwa sejumlah pengacara sudah 'dipegang' oleh KPK dan ada pengacara lain yang tidak masuk dalam daftar KPK. Meski demikian, Taufiq mengatakan Pansus Hak Angket KPK tidak mempunyai kepentingan untuk melihat hal tersebut. Jika benar ada praktik tersebut, menurut Taufiq, hal itu tidak dapat dibenarkan.

Menurut dia, klien berhak memilih pengacara yang diinginkan dan KPK tidak mempunyai wewenang memberikan persetujuan. Pansus Hak Angket KPK ingin mendalami jalannya proses pemeriksaan dan sidang kasus korupsi di Pengadilan Tipikor untuk melihat adanya potensi penyimpangan, atau hal-hal yang tidak sesuai dengan sistem acara UU KUHAP. "Karena kalau tidak tepat akan melanggar hak-hak yang melekat pada seseorang," ujar Taufiq.

Politikus dari Partai Nasdem ini mengatakan ada keluhan dari para pengacara tentang sistem Pengadilan Tipikor yang ditengarai dapat berimplikasi pada pelanggaran HAM. Pansus Angket KPK akan mendalami masalah itu dalam rapat siang ini. "Kami telah mendapatkan bukti misalnya seseorang yang ditahan pertama kali, setelah diisolasi diperiksa tanpa ada pengacara. Yang demikian itu adalah tidak tepat. Itu adalah pelanggaran terhadap HAM. Kami akan dalami itu nanti," kata Taufiqulhadi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement