REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak menyatakan apa yang terjadi di Myanmar bukan konflik, tapi pembantaian. Menurutnya pembantaian terhadap etnis Rohingya sudah lama berlangsung, hanya saja dunia seolah tak mampu berbuat apa-apa.
Mereka cuma sekadar bersikap menunjukkan keprihatinan dan empati yang dianggap Dahnil basa-basi dalam pergaulan diplomasi perdamaian dunia. Dahnil mengaku pada 2012 bersama delegasi Religion for Peace mencoba mediasi dialog dan masuk ke camp pengungsian etnis Rohingya, tapi tidak bisa.
Kemudian juga sudah melakukan berbagai mediasi dialog dan lobi terhadap pemerintah junta militer dan pemerintah hasil pemilu tapi selalu gagal. Tidak hanya itu, Dahnil mengatakan, misi-misi kemanusiaan seperti bantuan logistik dan kesehatan sulit menembus dan mendapat akses.
"Jadi menurut saya yang paling dibutuhkan saat ini, oleh etnis Rohingya yang sedang dihadapkan dengan fakta pembantaian oleh militer Myanmar bukan bantuan logistik dan kesehataan. Tapi, tekanan politik dari dunia terhadap pemerintah Myanmar yang sedang melakukan pembantaian," terang Dahnil, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (30/8).
Seharusnya, lanjut Dahnil, Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) bisa menekan Myanmar secara Politik. Salah satunya adalah dengan menghukum mereka, Karena terang melakukan kejahatan Kemanusiaan secara brutal. Tapi dengan tidak adanya tindakan yang signifikan jadi seolah dunia melegalkan pembantaian tersebut.
Dahnil berharap pemerintah Indonesia bisa memimpin menyampaikan sikap tegas dalam bentuk tekanan politik luar negeri. Di antaranya dengan menghimpun negara-negara yang peduli dengan tragedi kemanusiaan di Myanmar tersebut. Kemudian dengan tegas pemerintah Indonesia melakukan peringatan diplomasi yang keras terhadap Myannar.
"Misalnya dengan menarik Dubes RI dari Myanmar, dan meminta Dubes Myanmar di Indonesia untuk meninggalkan Indonesia sampai prilaku "legalisasi" pembantaian etnis Rohingya dihentikan dan menemukan jalan damai," tegas Dahnil.
Dahnil menambahkan, bahkan pada taraf berikutnya Indonesia bisa meminta sidang khusus ASEAN agar mengeluarkan Myanmar dari keanggotaan ASEAN. Serta menghimpun negara-negara yang menjunjung tinggi HAM untuk melakukan embargo terhadap Myanmar. Memang, kata Dahnil, political diplomacy pressure seperti ini belum dilakukan oleh dunia, termasuk oleh Indonesia. "Saya menyarankan Pemerintah Indonesia menginisiasi upaya ini," tutup Dahnil.