REPUBLIKA.CO.ID, PROBOLINGGO -- Sidang putusan kasus penipuan dengan terdakwa Dimas Kanjeng Taat Pribadi digelar di Pengadilan Negeri Kraksaan, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, Kamis (24/8). Sebanyak 150 personel Polri dengan dibantu TNI mengamankan sidang putusan kasus penipuan tersebut.
"Hari ini kami siagakan ratusan personel untuk mengamankan sidang putusan Dimas Kanjeng Taat Pribadi dengan bantuan anggota Brimob Polda Jawa Timur dan anggota Koramil setempat," kata Kapolres Probolinggo AKBP Arman Asmara Syarifuddin saat dihubungi melalui telepon di Probolinggo.
Menurutnya pengamanan akan diperketat dengan melakukan pola pengamanan tiga ring. Yakni ring satu untuk mengamankan sejumlah objek yang berada di dalam ruang sidang pengadilan negeri seperti majelis hakim, terdakwa, jaksa penuntut umum, dan saksi yang hadir, agar persidangan berjalan dengan lancar.
"Pengamanan ring dua akan mengamankan PN Kraksaan yang merupakan lokasi digelarnya sidang putusan dan masyarakat yang hadir dalam persidangan tersebut. Sedangkan ring ketiga akan mengamankan situasi di luar sidang atau pengadilan," tuturnya.
Ia mengatakan seluruh personel pengamanan sudah siaga di Pengadilan Negeri Kraksaan sejak pukul 06.00 WIB dan pengamanan akan diperketat dengan memeriksa seluruh pengunjung yang akan hadir di persidangan. "Kami berharap sidang pembacaan vonis kasus penipuan dengan terdakwa Dimas Kanjeng Taat Pribadi hari ini bisa berjalan lancar," katanya.
Dimas Kanjeng Taat Pribadi dituntut hukuman empat tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum dalam kasus penipuan. Sebelumnya Taat Pribadi juga sudah membacakan pleidoi pada Senin (21/8), selanjutnya sidang kembali digelar dengan agenda replik dan duplik pada Selasa (22/8).
Dalam kasus pembunuhan, Dimas Kanjeng Taat Pribadi divonis 18 tahun penjara oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri Kraksaan, Kabupaten Probolinggo, pada 1 Agustus 2017.
Dimas Kanjeng Taat Pribadi terjerat dua kasus hukum yakni pembunuhan dan penipuan berkedok penggandaan uang. Kasus pembunuhan menimpa dua pengikutnya, Abdul Ghani dan Ismail Hidayah yang dibunuh karena dinilai bakal membongkar praktik penipuan yang dijalankannya.