REPUBLIKA.CO.ID, KARAWANG -- Angka pelajar putus sekolah di Kabupaten Karawang, ditenggarai cukup tinggi. Salah satunya, terjadi di Kecamatan Cilamaya Kulon.
Selama 2017 ini, lebih dari 200 anak usia SMP dan SMA di kecamatan itu putus sekolah. Salah satu penyebabnya, akibat faktor kemiskinan. Jadi, anak-anak tersebut lebih memilih jadi buruh tani ataupun nelayan untuk menopang ekonomi keluarga.
Direktur Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Assolahiyah, Heru Saleh, mengatakan, di kecamatannya saja ada empat PKBM. Khusus di PKBM Assolahiyah, anak yang putus sekolah jumlahnya mencapai 205 orang. Terdiri dari 135 setara pelajar SMA. Serta sisanya 70 anak lagi, setara pelajar SMP.
"Mereka itu, yang masuk tahun ajaran baru sekarang," ujar Heru, kepada Republika, Rabu (23/8).
Menurut Heru, penyebab mereka putus sekolah ini akibat kemiskinan. Mengingat, mayoritas warga di Cilamaya Kulon ini, mata pencahariannya merupakan petani dan nelayan. Jadi, usai lulus SD, anak-anak itu memilih untuk bekerja membantu orang tuanya.
Seperti di PKBM Assolahiyah yang berada di Kampung Cilempung, Desa Pasir Jaya, Kecamatan Cilamaya Kulon ini, setiap musim panen pelajar yang belajar di PKBM selalu menyusut. Yang tadinya 205 orang, yang tersisa paling banyak 20 orang. Sebab, mereka menjadi buruh tani ataupun pergi melaut untuk membantu orang tuanya.
Beruntung, lanjut Heru, anak-anak tersebut masih mau melanjutkan pendidikannya. Yakni, dengan mengikuti program kesetaraan yang digulirkan oleh pemerintah.
"Mereka yang belajar di PKBM, statusnya ada yang sudah menikah maupun masih single," ujarnya.
Heru menyebutkan, dengan adanya PKBM ini, masyarakat terutama dari kalangan miskin menjadi terbantu. Sebab, mereka bisa melanjutkan pendidikan dengan biaya gratis. Karena, PKBM menerima bantuan dari pemerintah dan pari pihak swasta. Yakni, PT Pertamina EP.
Dengan adanya bantuan ini, PKBM bisa berdiri sendiri. Saat ini, sedang menuju proses kemandirian. Sebab, bantuan dari perusahaan BUMN tersebut, saat ini diarahkan untuk kegiatan usaha ekonomi keluarga. Sehingga, hasil dari kegiatan usaha ini bisa untuk membiayai operasional lembaga tersebut.
"Omzet kami dari berbagai unit usaha sekitar Rp 45 juta per bulannya," ujarnya.
Sementara itu, Kabid Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan Masyarakat (Dikmas) Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Karawang, Amid Mulyana, mengatakan, diprediksi ada 8.000 anak di wilayah yang putus sekolah. Salah satu penyebabnya, yaitu ketidakmampuan ekonomi orang tuanya.
"Angka putus sekolahnya masih tinggi," ujar Amid.
Kondisi ini, diperkuat lagi dengan banyaknya peminat yang mengikuti program kesetaraan pendidikan. Dalam setahun, rata-rata peminatnya mencapai 3.000 orang. Akan tetapi, pada tahun ini pemkab memrioritaskan supaya anak yang melanjutkan pendidikan kesetaraan ini mencapai 5.000 pelajar.