Rabu 23 Aug 2017 15:21 WIB

Pungli Banyak Terjadi di Sekolah-Sekolah

Rep: Kabul Astuti/ Red: Winda Destiana Putri
Pungutan liar (ilustrasi)
Foto: Antara
Pungutan liar (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, MANADO -- Awal bulan ini, Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam) merilis angka laporan pungutan liar yang diterima Satgas Saber Pungli. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menduduki posisi pertama di antara kementerian/lembaga yang paling tinggi angka pungutan liarnya.

Inspektur Investigasi Inspektorat Jenderal Kemendikbud, Suyadi, menjelaskan tingginya angka pungli tersebut berada di sekolah-sekolah. "Jadi, di sekolah. Secara kuantitas ada 743 (kasus) dan 72 persennya terjadi di sekolah, 24 persennya di dinas pendidikan, 1 persennya terjadi di kementerian," kata Suyadi kepada Republika, Rabu (23/8).

Suyadi mengungkapkan, Kemendikbud sedang dalam proses untuk menindaklanjuti aduan-aduan tersebut. Sebanyak 96 persen laporan dari 443 kasus dia katakan sudah ditindaklanjuti. Sekitar 38 persen ditindaklanjuti lewat media sosial, 29 lewat akselerasi surat, 23 lewat sidak, 5 lewat fact finding, dan 2 laporan lewat audit.

Suyadi menerangkan, pungli kebanyakan terjadi karena sekolah-sekolah di daerah tidak paham tentang aturan penarikan uang dari orang tua murid. "Teman-teman di sekolah pada dasarnya banyak yang tidak paham aturan mainnya seperti apa," ujar Suyadi.

Suyadi menjelaskan, setiap sekolah tentu punya keinginan untuk memajukan sekolahnya. Sekolah membutuhkan dana untuk melaksanakan berbagai kegiatan, sementara dana yang ada dari APBN dan APBD tidak cukup. Mereka berusaha menutup kebutuhan itu dengan cara menarik dana dari masyarakat. Sebagian pihak mengklaimnya sebagai pungutan liar.

Suyadi menambahkan, kerapkali proses yang ditempuh sekolah juga keliru. Yang semestinya musyawarah untuk mufakat, tapi sekolah mufakat dulu baru bermusyawarah dengan orang tua murid. Celakanya lagi, nominal pungutan itu dibagi rata antara siswa yang kaya dan yang miskin. Hal itu menurutnya tidak sesuai dengan peraturan.

Menurut Suyadi, idealnya setiap pemda harus mempunyai unit cost untuk memberi batasan berapa biaya yang dibutuhkan satu anak di satu tingkat pendidikan. Hingga saat ini, banyak daerah tidak punya unit cost. "Kami akan menjalin kerja sama dengan pemda dan mendorong pemda untuk menerbitkan unit cost supaya tidak terjadi pungutan-pungutan liar," ujar Suyadi.

Saat ini, Suyadi mengungkapkan baru beberapa daerah yang sudah punya unit cost. Antara lain, Provinsi Jawa Timur, dan beberapa kabupaten di provinsi tersebut. Dikatakan Suyadi, penetapan unit cost ini merupakan kewenangan pemda karena standar pembiayaan di masing-masing daerah berbeda. "Kemahalan harga tiap daerah berbeda, maka kewenangan menetapkan itu ada di pemerintah daerah sebagai pihak yang paling tahu," ujarnya.

Sejak dibentuk pada 28 Oktober 2016, Satgas Saber Pungli telah menerima laporan dari masyarakat sebanyak 31.110 kasus dengan pengaduan terbanyak melalui SMS yang mencapai angka 20.020. Satgas ini telah melakukan OTT sebanyak 917 kegiatan, menjaring 1.834 tersangka pungli dari berbagai instansi dan mengamankan barang bukti sejumlah Rp. 17.623.205.500.

Dikatakan, pengaduan terbanyak terdapat pada sektor Pelayanan Masyarakat sebesar 36 persen, sektor Hukum 26 persen, sektor Pendidikan 18 persen, sektor Perizinan 12 persen, dan sektor Kepegawaian 8 persen. Instansi yang paling banyak dilaporkan oleh masyarakat adalah Kemendikbud, Polri, Kemenhub, Kemenkes, Kemenkumham, Kemendagri, Kemenag, Kemen ATR/BPN, Kemenkeu, dan TNI.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement