REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Steve Bannon telah resmi mengakhiri masa jabatannya sebagai kepala strategi Gedung Putih pada Jumat (18/8). Dipecatnya Bannon semakin memperkuat dugaan adanya perpecahan di lingkungan internal Gedung Putih.
“Kepala Staf Gedung Putih John Kelly dan Steve Bannon telah sama-sama sepakat bahwa hari ini akan menjadi hari terakhir bagi Steve. Kami berterima kasih atas pelayanannya dan mengharapkan yang terbaik untuknya,” kata Sekretaris Pers Gedung Putih dalam pernyataannya, Jumat (18/8), seperti dilaporkan laman the Guardian.
Sebelumnya, Bannon memang telah diisukan akan menanggakan jabatannya sebagai kepala strategi Gedung Putih. Pekan lalu, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah dicecar dengan pertanyaan apakah Gedung Putih akan mempertahankan Bannon beserta jabatannya. “Kita akan lihat,” kata Trump kala itu, seperti dikutip laman the Guardian.
Namun, Trump mengakui bahwa Bannon memang cukup terlambat bergabung dengan komposisi pemerintahannya. “Saya menyukai Bannon, dia teman saya. Tapi dia terlambat datang. Saya melewati 17 senator, gubernur, dan memenangkan semua pemilihan pendahuluan. Bannon datang lebih lama dari itu,” ucapnya.
Kendati demikian, pada Agustus 2016, Bannon dipercayakan oleh Trump untuk menjadi ketua tim kampanyenya. Setelah Trump dilantik, ia pun dipercaya untuk menjabat sebagai kepala strategi Gedung Putih.
Bannon adalah tokoh yang menganjurkan kebijakan larangan perjalanan dari negara-negara mayoritas Muslim yang diadopsi Trump. Dia juga figur yang mendorong pemberlakuan tarif tambahan pada Cina dan mitra dagang AS lainnya guna mengurangi defisit dengan negara-negara terkait.
Namun, setelah kebijakan larangan perjalanan Trump menuai kecaman, bahkan dari masyarakat AS sendiri, Bannon mulai mundur dari pusat perhatian. Ia menanggung sebagian besar kesalahan atas kegagalan kebijakan larangan perjalanan dari negara mayoritas Muslim yang diadopsi Trump.
Setelah tujuh bulan mengabdi kepada pemerintahan Trump, Bannon pun ramai diisukan akan dipecat dari jabatannya. Beredar kabar bahwa ia terlibat perselisihan dengan beberapa tokoh di lingkaran utama Trump, seperti Penasihat Keamanan Nasional H.R. McMaster dan Direktur Dewan Ekonomi Nasional Gary Cohn.
Bannon juga diketahui telah berkompetisi untuk mempengaruhi kubu West Wing melawan faksi yang lebih moderat, termasuk anggota keluarga Trump sendiri di Gedung Putih. Kabar tentang posisi Bannon pun dirilis Sekretaris Pers Gedung Putih Sarah Huckabee Sanders pada Jumat (19/8) sore waktu setempat. Dalam pernyataannya tersebut Gedung Putih mengonfirmasi bahwa hari itu akan menjadi hari terkakhir bagi Bannon.
Pada hari yang sama, situs Breitbart, tempat Bannon menjadi editor sebelum bergabung dengan Gedung Putih juga mengumumkan bahwa Bannon telah kembali memimpin perusahaan tersebut sebagai ketua eksekutif. Ia juga telah mempin pertemuan editorial malam Breitbart.
Kendati telah terdepak dari posisinya sebagai ketua strategi Gedung Putih, dalam sebuah wawancara dengan Bloomberg News, Bannon mengatakan akan tetap mendukung dan membela Trump sebagai presiden AS. “Saya meninggalkan Gedung Putih dan akan berperang untuk Trump melawan lawan-lawannya, di Capitol Hill, di media, dan di perusahaan Amerika,” ujarnya.
Mundurnya Bannon menambah daftar pejabat yang hengkang dari pemerintahan Trump. Pada 14 Februari Michael Flynn berhenti sebagai penasihat keamanan nasional. Pada 30 Mei, Mike Dubke mundur dari jabatannya sebagai direktur komunikasi. Hampir dua bulan kemudian, yakni pada 21 Juli, Sean Spicer menanggalkan jabatannya sebagai sekretaris pers Gedung Putih.
Tak lama berselang setelah Spicer, pada 28 Juli, Reince Priebus juga mengundurkan diri sebagai kepala staf Gedung Putih. Tiga hari kemudian, yakni pada 31 Juli, Anthony Scaramucci juga terdepak dari jabatannya sebagai direktur komunikasi Gedung Putih.