REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Penegakkan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Ditjen Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menandatangani kerja sama dengan Deputi Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan). Kerja sama tersebut terkait penyediaan dan pemanfaatan hasil penginderaan jauh untuk mendukung pengembagan sistem deteksi kejahatan lingkungan, tumbuhan, dan satwa yang dilindungi.
Hasil penginderaan jauh yang dilakukan Lapan menghasilkan citra dengan resolusi yang sangat tinggi. Melalui citra tersebut, memungkinkan pendeteksian kejahatan lingkungan secara aktual, khususnya deteksi lokasi atau koordinat dimana tindak kejahatan tersebut dilakukan.
Direktur Jenderal Gakkum LHK, Rasio Ridho Sani, mengatakan Indonesia sangat luas sehingga apabila dimonitor secara konvensional (turun ke lapangan) membutuhkan waktu yang lama sekali. "Sementara, perkembangan kejahatan lingkungan dan kehutanan, terjadi sangat cepat. Kerja sama ini bertujuan mengurangi gap antara kejadian dan upaya tindakan hukum," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Rabu (16/8).
Rentang waktu atau gap yang lama antara kejadian dan upaya tindakan hukum ini kerap berdampak negatif. Setelah kondisi di lapangan rusak, maka rekam jejak dan bukti sulit untuk dikumpulkan. Kendala-kendala semacam ini tengah disolusikan Gakkum LHK dengan mengembangkan sebuah pusat pantau yag diberi nama Center of Excellent Gakkum LHK. Pusat pantau ini dikembangkan dengan berkolaborasi bersama kementerian dan lembaga lainnya, termasuk LAPAN.
Rasio mengatakan penginderaan jauh ini juga menunjukkan kepada KLHK, bagaimana pola-pola kejahatan kehutanan dilakukan, siklus pembakaran lahan yang dikerjakan oleh oknum baik personal maupun korporasi. “Semua ada polanya”, kata dia. Teknologi ini juga akan digunakan untuk menangkap aliran limbah, dan kordinat dari hulu, di mana limbah tersebut dihasilkan.
Deputi Penginderaan Jauh Lapan, Orbita Roswintiarti, mengatakan bahwa karakteristik penginderaan jauh tersebut bersifat global, baik kebutuhan maupun kontribusinya. "Teknologi pemantauan ini juga efektif untuk mengukur deforestasi yang menggunakan metode random sampling," ujarnya.
Beberapa hal yang menjadi faktor lambatnya proses penegakan hukum bidang lingkungan dan kehutanan adalah sulitnya menemukan bukti atau saksi dilapangan. Dukungan data penginderaan jauh ini menjadi sebuah hal yang penting dan bersifat sebagai alat bukti dalam upaya penegakan hukum lingkungan dan kehutanan.
Teknologi yang dimiliki oleh Pusat Data dan Penginderaan Jauh milik Lapan ini berfungsi untuk menghimpun data yang dibaca oleh satelit, kemudian mendistribusikannya kepada KLHK. Sebelumnya, KLHK telah melakukan beberapa kerjasama dengan Lapan, antara lain adalah pemantauan titik panas yang menggunakan satelit Terra/Aqua untuk mencegah dan mengendalikan kebakaran hutan dan lahan.
LAPAN memiliki tiga stasiun pemantauan, yakni di Pare-Pare, Sulawesi Selatan, yang pantauannya meliputi hampir 98 persen wilayah Indonesia, kemudian di Rumpin, Bogor, yang digunakan untuk memantau wilayah Sumatra dan Jawa, serta di Pekayon, Jakarta Timur, untuk pemantauan bencana dan tempat pengumpulan data.