REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Dinas Perhubungan Kota dan Kabupaten Bogor merasa kesulitan menentukan teknis pengaturan ojek daring di wilayahnya. Berbeda dengan taksi daring yang diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub), pengaturan ojek daring diatur oleh Peraturan Bupati (Perbup) kabupaten Bogor atau Peraturan Wali Kota (Perwali) Bogor.
Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Bogor, Eddy Wardani, mengatakan hingga kini masih merasa kesulitan menentukan teknis aturan tersebut. Karena menurut dia, pihak perusahaan dinilai kurang kooperatif dalam menyetorkan jumlah pengemudi ojek daring pada pemerintah daerah Bogor. Dia menjelaskan, dalam Peraturan Bupati tentang angkutan daring disebutkan perusahaan terkait harusnya menyerahkan data armada angkutan daring di daerahnya paling lambat tiga bulan setelah ditetapkan April 2017 lalu. "Kesepakatan yang (ojek) online dan pangkalan belum jelas. Sampai sekarang pihak provider ojek online sulit dihubungi dan setiap pertemuan tidak dihadiri pengambil kebijakan di perusahaan tersebut," kata Eddy saat dihubungi, baru-baru ini.
Sekretaris Dinas Perhubungan Kota Bogor, Agus Suprapto, mengatakan Perwali tentang angkutan daring ditetapkan untuk menyelesaikan perselisihan antara pengendara ojek daring dan supir angkutan kota beberapa bulan lalu. Namun, pengaturan angkutan daring khususnya ojek perlu dimusyawarahkan lebih lanjut. Karenanya, dia mendesak pemerintah pusat menegaskan aturan ojeg daring dan konvensional agar pemerintah daerahnya bisa mengatur keberadaan mereka saat ini. "Yang jelas dalam UU sekarang itu, ojek baik konvensional atau daring kendaraan dua tidak masuk pada klasifikasi angkutan umum," kata Agus.
Agus mengatakan beberapa hari yang lalu pihaknya telah meminta kepada Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) agar dapat mempertimbangkan dengan benar terkait permintaan) dan penawaran masyarakat Kota Bogor. Dengan begitu, penentuan kuota ojek daring dengan konvensional tidak akan menjadi permasalahan lebih lanjut.