Rabu 16 Aug 2017 09:21 WIB

Cuti Melaut, Nelayan Desa Gebang Beralih ke Kapal Wisata

Rep: Mursalin Yasland/ Red: Dwi Murdaningsih
Perahu motor ilustrasi
Foto: ROL/Fakhtar K Lubis
Perahu motor ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Tak melaut, bukan menjadi alasan para nelayan di Desa Gebang berhenti untuk mencari nafkah. Pekerjaan turun temurun sebagai nelayan hingga kini memang masih dilakoni, namun tidak serutin waktu-waktu sebelumnya. Berbagai faktor penyebab yang membuat nelayan “enggan” melaut belakangan ini.

Ikan nelayan kawasan perairan Teluk Lampung menjadi pintu gerbang pasokan ikan ke berbagai pasar tradisional di wilayah Lampung. Tak heran, bila nelayan tidak melaut beberapa lama, pasokan berkurang harga ikan pun melonjak di pasaran. Cuaca tak menentu dan persyaratan kapal menjadi penyebab sebagian nelayan mulai tak melaut lagi.

Kalau nelayan di tempat lain beralih profesi menjadi tukang ojek atau kuli bangunan, untuk mengepul asap dapur rumah tangganya, berbeda dengan nelayan di Desa Gebang, Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung. Nelayan yang “cuti” melaut justru memanfaatkan kapal perahu motornya untuk disewa pelancong menuju tempat-tempat wisata di perairan Teluk Lampung.

Potensi wisata di kawasan Desa Gebang cukup membuat nelayan terhibur. Sebab, ladang mencari rejeki masih terbuka meski kadangkala mereka tidak melaut dalam waktu lama. Tempat-tempat wisata seputaran desa tersebut seperti Pasir Timbul, Dewi Mendapa, Sari Ringgung, Pulau Pahawang, hingga pulau-pulau kecil lainnya, menjadi obyek wisata unggulan saat ini.

“Adanya tempat-tempat wisata yang dibuka membuat kami nelayan dapat rejeki baru,” tutur Nasir, warga Desa Gebang, yang sekarang memiliki tiga kapal perahu motor yang rutin disewa pelancong ke berbagai tempat wisata laut.

Nasir mengemudikan sendiri kapalnya dari Dermaga Desa Gebang. Selain itu, dua kapal motor lainnya lagi dikemudikan orang lain yang biasa mangkal di Dermaga Ketapang. Bukan hanya Nasir, nelayan lain juga banyak yang mengoperasikan dan memodifikasi kapal motornya untuk alat transportasi wisata ke berbagai tempat di perairan Teluk Lampung.

Muatan kapal motor milik Nasir maksimal 10 orang. Sekali angkut pengunjung wisata ia mematok harga kisaran Rp 400 ribu hingga Rp 600 ribu sekali jalan. Di dalam kapalnya sudah termasuk pelampung dan alat keselamatan lainnya. “Tarifnya bergantung dengan musim. Kalau musim liburan jelas tarif naik,” ujarnya.

Ia mengaku hadirnya tempat wisata yang dikelola para investor tersebut, membuka lapangan pekerjaan baru bagi nelayan setempat. Penghasilan menyewakan kapal motor sebagai alat transportasi wisata memang lebih menjanjikan bila dibandingkan modal untuk melaut mencari ikan. Selain taruhan nyawa karena kondisi cuaca, hasil tangkapan ikan juga sering tidak sebanding dengan persiapan modal melaut.

Profesi pengemudi kapal motor wisata tersebut sudah dijalani Nasir lima tahun terakhir. Sebelumnya, tempat-tempat wisata pantai yang dibuka sedikit, sehingga nelayan belum berminat. Setelah tempat-tempat wisata banyak dibuka, nelayan banyak yang beralih profesi menyediakan kapal motornya. “Lumayan kalau lagi liburan pengunjung ramai, kadang persiapan kapal nelayan kurang,” kata Bambang, nelayan Desa Gebang lainnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement