REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT KAI (Persero) mengatakan, bahwa surat dari Menteri Keuangan terkait skema pembiayaan proyek Light Rapit Transit (LRT) Jabodebek telah keluar. Isinya, yakni bahwa pembiayaan LRT menggunakan dana korporasi, bukan APBN.
"Surat itu kita tunggu-tunggu, sebagai langkah lebih lanjut," ujar Direktur Logistik dan Pengembangan PT KAI Budi Noviantoro kepada wartawan di Balai Yasa Manggarai, Jakarta pada Selasa (15/8). Disebutkan, bahwa dana korporasi tersebut berasal dari sindikasi perbankan.
Setelah surat dari Menteri Keuangan, saat ini PT KAI sedang menunggu surat jaminan dari pemerintah. Setelah surat tersebut keluar, baru bisa dibuat surat perjanjian pinjaman dari sindikasi perbankan. "Target kita paling nggak November lah itu sudah ada perjanjian. Kemudian di awal Desember kontraktornya akan dibayar. Kan saat ini kontraktor membiayai dulu," tambah Budi.
Meskipun menggunakan sindikasi perbankan, PT KAI sebagai BUMN juga tetap memperoleh Penyertaan Modal Negara (PMN), melalui APBN-P 2017, yakni sebesar Rp 2 triliun. Sesuai keputusan yang telah dikeluarkan komisi VI DPR pada Juli lalu. Setelah masa konsesi selesai, alokasi dana yang digunakan akan dikembalikan lagi kepada pemerintah dan dimasukkan ke APBN.
Total, KAI telah menerima PMN sebesar Rp 4 triliun. Yakni, Rp 2 triliun dari pengalihan PMN yang semula dialokasikan untuk pengadaan kereta api Trans Sumatera. Serta tambahan PMN lagi di tahun depan sebesar Rp 3,6 triliun untuk proyek LRT Jabodebek.
Sedangkan dari sindikasi perbankan, LRT akan menampung dana dari bank pemerintah dan swasta. Diuraikan lebih lanjut, anggaran keseluruhan LRT Jabodebek mencapai Rp 27 triliun. Pembagiannya yakni, Rp 24 triliun untuk pengadaan prasarana dan Rp 3 triliun untuk sarana. Selaku kontraktor proyek, PT Adhi Karya dan PT KAI menanggung anggaran sebesar Rp 9 triliun. Sisa Rp 18 triliun dibantu oleh sindikasi perbankan.