Ahad 13 Aug 2017 01:00 WIB

Quo Vadis PT Seni?

Komunitas tari membuka acara di Kampus Isi Surakarta (Ilustrasi)
Foto: Republika/Hazliansyah
Komunitas tari membuka acara di Kampus Isi Surakarta (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh : Bambang Sunarto *)

 Perguruan Tinggi (PT) Seni di Indonesia menghadapi kenyataan serius berhadapan dengan Kemristekdikti sebagai pembina langsung PT. Salah satu visi Kemristekdikti adalah mewujudkan kemampuan iptek dan inovasi untuk mendukung daya saing bangsa. Berdasarkan visi itu PT Seni dituntut mengembangkan kemampuan iptek dan inovasi. Harapannya dapat berkontribusi pada perekonomian,melalui produk unggulanindustri, didukung tenaga terampil dari PT.

Masalahnya, sebagian besar program studi (prodi) pada PT Seni sejak awal tidak dirancang untuk mewujudkan kemampuan iptek, tetapi untuk menjaga cultural heritage. Fitrah PT Seni adalah mengolah legacy berupa atribut keindonesiaan. Jadi, tugas utama PT Seni berdasarkan fitrahnya adalah melakukan preservasi ataukonservasi terhadap cultural legacy. Tugas itu telah dilaksanakan dengan penuh dedikasi sejak berdirinya Konservatori Karawitan (Kokar) dan Konservatori Tari (Konri) sebagai cikal bakal kelahiran PT Seni. Hasilnya, bangsa Indonesia masih memiliki cultural dignity dan tidak kehilangan jati diri.

Orientasi dasar

Berdasarkan fitrah kelahirannya, PT Seni dengan Kemristekdikti tidak mudah begitu saja disatukan. Meskipun formalitas struktural mengharuskan PT Seni bergerak menuju arah yang ditunjuk oleh Kemristekdikti. Hubungan itu terasa kikuk, karena keduanya punya orientasi dasar yang berbeda.

Seni adalah salah satu urusan kehidupan yang tidak praktis. Oleh karenanya, fitrah PT Seni adalah mengelola urusan-urusan yang tidak praktis. Konkritnya, seperti terjadi selama ini, urusan PT Seni adalah mengolah legacy seni untuk mempertahankan nilai-nilai ke-Indonesia-an.

Riset, teknologi dan pendidikan tinggi adalah urusan yang bersifat praktis. Oleh karenanya, fitrah Kemristekdikti adalah mengelola urusan-urusan praktis. Hal yang diurus di antaranya adalah problem (1) angka partisipasi kasar pendidikan tinggi, (2) kebutuhan teknologi nasional, (3) lapangan kerja berbasis teknologi, dan (4) pertumbuhan ekonomi.

Kokar dan Konri sebagai cikal bakal PT Seni telah berdirisejak tahun 1952, 7 tahun setelah proklamasi. Misi pendiriannya adalah untuk mewujudkan pasal 32 UUD 1945. Misi itu telah dilaksanakan, menghasilkan tumbuhnya kreativitas melalui inovation symbolic values, dan melahirkan kebanggaan pada budaya bangsa. Kebanggaan itu semakin menggejala di berbagai universitas non Seni. Gejala itu berkembang akibat virus yang dibawa lulusan PT Seni yang menjadi dosen di universitas non seni.

Kemristekdikti berdiri sejak tahun 2014,hasil merger antara Ditjen Pendidikan Tinggi di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan Kementerian Riset dan Teknologi. Pendiriannya adalah untuk melaksanakan pembangunan iptek demi meningkatkan kapasitas iptek. Peningkatan itu diharapkan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi.

Fokus Kemristekdikti ada tiga hal. Pertama, peningkatan hasil penelitian, pengembangan dan penerapan iptek. Kedua, peningkatan SDM, sarana prasarana, kelembagaan, dan jaringan. Ketiga, pembangunantechno park di kabupaten/kota, dan science park di setiap provinsi. Peningkatan hasil penelitian, pengembangan dan penerapan iptek pun diupayakan untuk mendukung (1) daya saing sektor produksi barang dan jasa, (2) keberlanjutan dan pemanfaatan sumber daya alam, serta (3) penyiapan masyarakat Indonesia menyongsong kehidupan global.

Adaptasi akademik

Berdasarkan perbedaan fitrah antara PT Seni dan Kemristekdikti, maka keduanya harus secara bersama mengembangkan terobosan untuk saling menguatkan orientasi masing-masing. PT Seni secara akademis harus mengadaptasikan dirinya untuk berperan dalam mensukseskan visi Kemristekdikti. Kemristekdikti juga harus mengembangkan kebijakan agar dalam membina PT Seni tidak berkembang menjadi ahistoris.

Bagi PT Seni, adaptasi dapat dilakukan dalam dua hal. Pertama, penataan kurikulum di tiap prodi yang ada. Kedua, pembukaan prodi yang dapat mengatasi (1) angka partisipasi kasar, (2) kebutuhan teknologi, (2) lapangan kerja, dan (3) pertumbuhan ekonomi. Kedua hal itu sangat mendesak dilaksanakan agar segera terjadi sinkronisasi antara visi Kemristekdikti dengan orientasi PT Seni.

Penataan kurikulum prodi yang telah ada diperlukan, agar capaian pembelajaran atau standar kompetensi lulusan dapat menjawab tuntutan daya saing sektor produksi barang dan jasa di bidang seni. Capaian pembelajaran demikian diharapkan dapat mengatasi problem lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi.

Oleh karena itu, profil lulusan PT Seni di masa mendatang, tidak berpusat pada penguasaan teknik artistik dalam berkesenian semata, tetapi juga mencerminkan kompetensi yang lebih luas. Sebab, negeri ini membutuhkan kompetensi produksi, diseminasi dan pemasaran seni di tingkat nasional maupun internasional. Namun, kompetensi di bidang preservasi atau konservasi seni tradisi harus tetap dipertahankan.

Dalam pembukaan prodi baru, PT Seni mempertimbangkan bahwa seni adalah sasaran kajian. Namun, pengertian seni sebagai kajian harus diperluas, tidak terbatas pada ekspresi artistik dalam bentuk-bentuk simbolik semata. Perluasan makna seni sangat diperlukan, sehingga pemahaman bahwa seni sebagai kiat atau strategi mengatasi kehidupan dapat diwujudkan menjadi prodi yang gayut dengan visi Kemristekdikti.

Adaptasi kebijakan

Posisinya sebagai subordinan mengharuskan PT Seni mengikuti arah Kemristekdikti. Masalahnya, arah kebijakan yang tercermin dalam Renstra Kemristekdikti cenderung ditujukan pada pemanfaatan sumber daya alam dengan menggunakan teknologi untuk pertumbuhan ekonomi. Padahal, PT Seni didirikan untuk menjaga sustainability sumber daya kultural. Para the founding fathers menyadari bahwa sumber daya kultural adalah potensi penting. Sementara itu, di Renstra Kemristekdikti masalah sumber daya kultural tidak pernah disebut-sebut. Oleh karena itu, Kemristekdikti perlu melakukan adaptasi kebijakan agar memberi ruang yang tepat bagi PT Seni untuk mengolah sumber daya kultural.

PT Seni tentu dapat berkontribusi terhadap keberhasilan visi Kemristekdikti. Namun, tidak harus berfokus pada pemanfaatan pada sumber daya alam. PT Seni akan konsisten menggarap sumber daya kultural. Sebab, sumber daya kultural juga dapat menjadi pijakan penting dalam mengatasi problem (1) angka partisipasi kasar pendidikan tinggi, (2) kebutuhan teknologi, (2) lapangan kerja, dan (3) pertumbuhan ekonomi. Sumber daya kultural juga dapat didayagunakan untuk mendukung daya saing sektor produksi barang dan jasa serta menyongsong kehidupan global. Oleh karena itu, perjuangan bagi PT Seni di samping menegakkan nilai-nilai keindonesiaan adalah mengupayakan terwujudnya cultural resourcesfor driven economy.

*) Kandidat Rektor ISI Surakarta

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement