Kamis 10 Aug 2017 17:00 WIB

Soal Ancaman PKB, Pengamat: Bukan Kiamat untuk Jokowi

Rep: Ali Mansur/ Red: Bayu Hermawan
Direktur Lingkar Madani Ray Rangkutisaat hadir sebagai pembicara dalam
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Direktur Lingkar Madani Ray Rangkutisaat hadir sebagai pembicara dalam

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik, Ray Rangkuti, menilai ancaman Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) terhadap presiden Joko Widodo bukan sekadar soal kebijakan sekolah 8 jam 5 hari. Namun, menurutnya, juga sebuah gambaran peta persaingan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 mendatang.

Ray mengatakan, apabila melihat peta politiknya, kemungkinan Pilpres 2019 hanya akan melahirkan dua calon. Yakni, capres petahana dan kubu petahana calon. Bahkan, komposisi partai pendukung juga tidak banyak berubah. Di kubu petahana, hampir seluruh partai pendukung sudah menyatakan dukungannya kembali ke petahana. Hanya dua partai yang belum menyatakan dukungan, yaitu PDIP dan PKB.

"Sementara, di kubu petahana calon segala kemugkinan masih terbuka. Bahkan sangat mungkin Prabowo tidak mencalalonkan diri," ujarnya, Kamis (10/8).

Menurut Rangkuti, ancaman PKB terhadap presiden Joko Widodo dapat dilihat dalam dua hal. Pertama, PKB membuka diri untuk masuk ke kubu petahana calon dan dengan sendirinya keluar dari kubu koalisi petahana. Jika ini terjadi, kubu petahana calon akan makin kuat. Di sini akan ada partai PD, PAN, Gerindra, PKS dan tentunya PKB. Posisi partai jadi 5 vs 5.

"Ada kemungkinan mereka akan membawa isu soal kepentingan kelompok Islam. Dan PKB berpotensi meminta jatah jadi capres menggantikan posisi Prabowo," kata Rangkuti.

Rangkuti menjelaskan balam banyak kasus, Prabowo memiliki kerelaan melepas posisi strategis untuk kepentingan koalisi yang ia bangun. Tidak berlebihan jika andaian ini dilakukan, dan PKB melihat posisi Capres terbuka di kubu petahana calon. Tentu hal ini tidak mudah. PAN dan PKS tidak dengan sendirinya dapat dilampaui oleh PKB. Apalagi PAN dengan sendirinya mendukung kebijakan sekolah 8 jam 5 hari yang juga didukung oleh Muhammadiyah.

Sementara Partai Demokrat akan realistis diposisi sebagai cawapres. Di luar itu, pertimbangan politik dari PBNU juga akan menjadi arahan bagi PKB. Kemungkinan PBNU bahkan akan memberi arahan berbeda justru lebih terbuka dari pada mendukung PKB masuk ke koalisi petahana calon. Jika peta ini yang terjadi maka pertarungan 2019 itu hampir antara partai-partai agama vs partai-partai nasionalis di luar PPP, PD dan Gerindra.

"Ini hanya soal kekesalan PKB saja pada kebijakan sekolah 8 jam 5 hari.Nantinya memang mereka ingin agar kebijakan sekolah 8 jam 5 hari dibatalkan. Tapi komunikasi dengan bahasa keras seperti itu, kurang tepat. Memang jika PKB keluar dari koalisi petahana sedikit banyak akan menyulitkan. Khususnya jangkar terhadap komunitas umat Islam," jelasnya.

Meski demikian, sambungnya, tapi bukan berarti kiamat bagi Joko Widodo. Artinya, PKB hengkang memang akan merugikan tapi tak dengan sendirinya menyebabkan kubu petahana terjungkal.

Sebaliknya tidak mudah juga bagi PKB untuk langsung masuk ke kubu petahana calon. Dengan demikian, PKB dan Joko Widodo sebenarnya sudah tak ada ganjalan serius.

Makanya pernyataan PKB itu bisa dilihat sebagai kekesalan. Meskipun ungkapannya terasa berlebihan. Di era seperti sekarang, komunikasi dengan ancama mengancam tidak selalu tepat. Sebab, ancam mengancam itu dapat diukur. Lebih-levih dalam tradisi politik Indonesia yang serba pragmatis. Jadi magnet penguasa selalu lebih kuat dari pada oposisi.

"Jika ancaman itu hanya sebatas ancaman, maka sebaiknya ke depan PKB memperbaiki bahasa komunikasi mereka," tutupnya.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement